TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua DPR Setya Novanto masih mencicil hukuman uang pengganti yang harus dia bayarkan terkait kasus korupsi proyek e-KTP. Dalam kasus itu, Setya diwajibkan membayar uang pengganti senilai US$ 7,3 juta.
"Sejauh ini Setya Novanto menyatakan akan kooperatif membayar uang pengganti," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah pada Rabu, 19 September 2018.
Baca: Istri Setya Novanto Datangi KPK Serahkan Aset Rp 13 Miliar
Febri mengatakan saat ini Setya telah mencicil kewajibannya sebesar Rp 5 miliar dan US$ 100 ribu atau setara Rp 1.483.500.000 dengan kurs saat ini, yaitu USS 1 = Rp 14.835. Setya juga sudah menyetor uang pengganti sebesar Rp 1.116.624.197. Dengan begitu, jumlah uang pengganti yang sudah dibayar olehnya kurang lebih Rp 7.600.124.197.
Namun KPK dan pihak Setya belum mencapai kata sepakat soal perhitungan kurs rupiah yang akan dipakai untuk hukuman tambahan tersebut.
Baca: Cicil Duit Ganti Korupsi E-KTP, Setya Novanto Jual Rumah Cipete
Pengacara Setya, Firman Wijaya mengatakan pihaknya telah mengusulkan penggunaan kurs rupiah pada saat tindak pidana terjadi, yakni sekitar 2010 dengan angka US$ 1 = Rp 9.800. Dengan asumsi usul Setya disetujui, maka mantan Ketua DPR itu harus menyetor uang pengganti sekitar Rp 71,5 miliar. Bila jumlah itu dikurangi dengan uang yang telah dibayarkan, maka sisa uang pengganti yang harus dibayarkan Setya sekitar Rp 64 miliar.
Febri mengatakan untuk mencicil uang pengganti, Setya Novanto berencana menjual aset berupa tanah dan bangunan di kawasan Cipete, Jakarta Selatan. Selain itu, keluarga Setya telah memberikan kuasa pada jaksa eksekutor KPK untuk menerima uang ganti rugi pembebasan lahan pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang melewati tanah milik Setya di Jatiwaringin, Bekasi. "Total estimasi nilai tanah di Jatiwaringin dan tanah dan bangunan di Cipete adalah sekitar Rp 13 miliar," kata dia.