TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Arief Budiman mengatakan lembaganya telah menyurati Badan Pengawas Pemilu ihwal putusan meloloskan mantan narapidana korupsi menjadi bakal calon anggota legislatif. Arief berujar, surat itu memuat dua permintaan.
Baca: KPU Berkukuh Tak Akan Loloskan Bakal Caleg Napi Korupsi
Permintaan pertama ialah agar ada koreksi terhadap putusan Bawaslu provinsi, kabupaten, dan kota yang meloloskan bacaleg eks koruptor. "Mereka kan bisa melakukan koreksi terhadap Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten kota," kata Arief di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 3 Januari 2018.
Arief merujuk pada putusan Bawaslu di sejumlah provinsi, kabupaten, dan kota yang meloloskan 12 bacaleg mantan napi korupsi. Putusan Bawaslu ini bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Dalam pasal 4 PKPU tersebut, partai politik dilarang mencalonkan mantan napi korupsi, bandar narkoba, dan pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Namun, Bawaslu berdalih larangan itu tak memiliki cantolan hukum di Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca: Bawaslu Bisa Gagalkan Eks Napi Korupsi Nyaleg Jika Ada Putusan MA
Arief mengatakan KPU tak menolak atau menerima putusan itu. Selain meminta koreksi, kata dia, KPU juga meminta agar Bawaslu dapat menunda eksekusi putusan tersebut. "Kami berharap ini bisa ditunda eksekusinya karena PKPU yang sekarang ini tidak pernah dibatalkan," kata dia.
PKPU Nomor 20 Tahun 2018 ini kini tengah diuji materi ke Mahkamah Agung oleh sejumlah pihak. Namun, Mahkamah Agung menyatakan tak bisa memproses permohonan uji materi itu lantaran UU yang diacu juga tengah diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut Arief, KPU akan tetap berpegang kepada PKPU yang telah ditetapkan. "Sepanjang belum ada perubahan kami jalankan itu," ujar Arief.