TEMPO.CO, Jakarta - Gerakan#2019GantiPresiden mendapat reaksi sebagian masyarakat. Acaranya di sejumlah tempat pun dihentikan aparat kepolisian. Bahkan, pemerintah menganggap gerakan itu tergolong makar.
Sikap aparat ini memunculkan reaksi yang berbeda-beda, seperti terlihat dalam jajak pendapat yang digelar Tempo.co pada Senin, 27 Agustus 2018 sampai Senin pagi, 3 September 2018.
Pada jajak pendapat itu, ada 5.924 pembaca Tempo.co yang memberikan suara. Sebanyak 2.308 orang (38,97 persen) setuju dengan larangan tersebut. Sementara, 3.561 orang (60,12 persen) tidak setuju. Sisanya, sebanyak 55 orang (0,91 persen) menyatakan tidak tahu.
Baca juga: Menurut Polisi, #2019GantiPresiden Tak Masalah Asalkan Tidak Ditolak
Sementara, menanggapi pertanyaan soal penolakan dan pelarangan deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah tempat, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan bahwa kebebasan berekspresi pun ada batasnya.
"Negara ini demokrasi. Bebas berkumpul, berpendapat, iya. Tapi ingat. Ada batasannya, ada aturannya. Ya, kan?" kata Jokowi seusai menghadiri acara pembukaan pekan orientasi calon legislatif Partai NasDem di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, Sabtu, 1 September 2018.
Menurut Jokowi, langkah kepolisian yang membubarkan deklarasi #2019GantiPresiden sudah tepat dengan pertimbangan keamanan. Deklarasi ini di sejumlah tempat dinilai berpotensi memicu bentrokan antara pihak yang pro dan kontra.
Baca juga: Menurut Inisiator, Gerakan #2019GantiPresiden Semakin Ditekan Semakin Besar
"Kalau polisi enggak apa-apa dan terjadi benturan, yang disalahkan siapa? Polisi lagi. Proses pencegahan itu memang sudah menjadi tugas (Polri)," kata dia.
Jokowi menuturkan, andai deklarasi #2019GantiPresiden tidak menuai pertentangan dan penolakan oleh masyarakat, ia bisa dilakukan di mana saja. "Sekali lagi ini negara demokrasi. Bebas berkumpul dan berserikat. Tapi, sekali lagi ada aturannya," ujarnya. "Jangan sampai menabrak keamanan dan ketertiban sosial."