TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi didesak untuk segera menetapkan gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai bencana nasional. Permintaan itu diungkapkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid.
Baca: Gempa Lombok Beruntun, Warga Mataram Takut Pulang ke Rumah
Hidayat mengatakan memaklumi jika pemerintah Indonesia saat ini tengah sibuk menyukseskan perhelatan Asian Games 2018 yang digelar di Jakarta dan Palembang. Namun dia mengingatkan pemerintah juga segera menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional.
"Saya sangat setuju jika sesegera mungkin Pak Jokowi, di tengah-tengah menyukseskan Asian Games, juga beliau tidak lupa kondisi di Lombok, untuk segera menetapkan Lombok sebagai bencana nasional," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Agustus 2018.
Hidayat mengatakan penetapan itu mendesak dilakukan mengingat eskalasi gempa dan banyaknya korban berjatuhan. Menurut dia, kondisi saat ini sudah memenuhi kriteria untuk dijadikan bencana nasional.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini melanjutkan, dia merasa aneh Jokowi belum menunjukkan sinyal menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional. Hidayat menilai rencana Jokowi membuat peraturan presiden (Perpres) ihwal bantuan ke Lombok belumlah cukup. "Kalau Perpres, itu sudah hal yang biasa," ucapnya.
Baca: Korban Gempa Lombok di Mataram Kekurangan Logistik, Minim Bantuan
Gempa bumi beruntun terjadi di Lombok sejak Ahad, 29 Juli lalu. Lindu pertama kali mengguncang Lombok dengan kekuatan 6,4 skala Richter. Sepekan kemudian, tepatnya Ahad, 5 Agustus 2018, gempa kembali terjadi dengan kekuatan 7 skala Richter.
Ahad kemarin, 19 Agustus 2018, Lombok kembali diguncang gempa berkekuatan 5,4 skala Richter dan 6,5 skala Richter. Selain itu, gempa berskala kecil terjadi ratusan kali.
Serangkaian gempa tersebut mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia dan luka-luka. Hingga saat ini tercatat lebih dari 390 korban meninggal dunia. Gempa juga berimbas pada kerusakan bangunan, meliputi rumah, sekolah, dan fasilitas publik lain.