TEMPO.CO, Mataram - Gempa Lombok pada Ahad malam dengan kekuatan 7 Skala Richter masih diikuti belasan gempa susulan hingga Senin pagi, 20 Agustus 2018. Ini membuat warga Kota Mataram memilih untuk menetap di pengungsian.
Baca: Korban Gempa Lombok di Mataram Kekurangan Logistik, Minim Bantuan
“Tidak berani pulang. Rumah retak-retak. Siapa tahu ada gempa susulan,” ujar Nursan, warga Dasan Agung, Selaparang, Mataram, Senin, 20 Agustus 2018.
Nursam beserta istri dan ibunya mengungsi di Islamic Center Nusa Tenggara Barat, Jalan Udayana, Kota Mataram. Ia bersama ratusan warga lainnya berjejalan di tenda-tenda seadanya buatan warga serta beberapa bantuan dari Palang Merah Indonesia.
Nursan pun meliburkan diri dari pekerjaannya sebagai petugas kebersihan di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. “Sehari ini saja liburnya,” ujar pria 56 tahun tersebut.
Sebenarnya tak ada pemberitahuan resmi dari kantornya mengenai hari libur ini. Namun, ia mengatakan setiap ada gempa besar otomatis kantornya diliburkan. “Siapa tahu ada gempa susulan besar, terus pegawai tidak bisa pulang,” ucapnya.
Baca: Cerita Pengungsi Gempa Lombok di Islamic Center: Minum Air Mentah
Meski masih banyak warga yang memilih menetap di tempat pengungsian, kantor bank dan pemerintahan di Kota Mataram tetap buka. Kantor Bank Indonesia di Jalan Pejanggik Kota Mataram, misalnya, membuka beberapa tenda di halaman.
Terlihat beberapa pegawai sibuk menghadap masing-masing layar komputer di dalam tenda tersebut. Warga lainnya juga masih banyak yang hilir-mudik menggunakan kendaraan bermotor.