2. Menang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Setelah mengajukan gugatan, Fahri dinyatakan menang sebagian oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dalam Nomor Perkara 214/Pdt.G/2016/PN JKT.SEL majelis hakim memerintahkan tergugat yakni DPP PKS beserta nama-nama yang digugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar.
Baca: PKS Menilai Putusan MA Menangkan Fahri Hamzah Janggal
Kepala Hubungan Masyarakat PN Jakarta Selatan saat itu, Made Sutrisna kepada media mengatakan bahwa semua keputusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Hal itu mencakup, pemberhentian Fahri dari keanggotaan DPR, partai, dan statusnya sebagai Wakil Ketua DPR.
Kuasa hukum Fahri, Mujahid A Latief, juga mengatakan bahwa DPP PKS wajib membatalkan semua putusan pemberhentian Fahri dari keanggotaan di DPR, PKS, dan juga jabatannya selaku Wakil Ketua DPR. Adapun beberapa petinggi partai yang masuk dalam gugatan Fahri adalah Hidayat Nur Wahid, Surrahman Hidayat, Mohamad Sohibul Iman, Abdi Sumaithi, dan Abdul Muiz Saadih. Masing-masing merupakan ketua dan anggota Majelis Tahkim PKS.
3. Fahri Hamzah Menang Lagi di Pengadilan Tinggi
Setelah kalah dalam gugatan di PN Jakarta Selatan, DPP PKS kembali mengajukan gugatan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, lagi-lagi pengadilan menolak permohonan banding yang diajukan DPP PKS atas putusan PN Jakarta Selatan yang memenangkan Fahri Hamzah.
Baca: Fahri Hamzah Besar Hati MA Tolak Kasasi PKS Soal Pemecatannya
Kemenangan Fahri tersebut tertuang lewat surat pemberitahuan isi putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 539/pdt/2017/TDKI. Dalam surat tersebut pengadilan justru menguatkan putusan PN Jakarta Selatan tertanggal 14 Desember 2016.
Karena itu, keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut menguatkan pernyataan tidak sah dan atau batal demi hukum mengenai putusan DPP PKS terhadap pemberhentian Fahri dari semua jenjang keanggotaan PKS tertanggal 11 Maret 2016. Adapun keputusan itu baru dikeluarkan oleh pengadilan pada Desember 2017 silam.
Baca: Faktor Penyebab Jokowi Kalah di Pilpres 2019 Menurut Fahri Hamzah
Meski demikian, kepada media, Ketua Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia DPP PKS Zainudin Paru waktu itu mengatakan penolakan banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tak mempengaruhi keputusan DPP PKS mengenai pencopotan Fahri Hamzah. Ia juga mengatakan bahwa DPP PKS berencana untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung mengenai putusan Pengadilan Tinggi DKI tersebut.
4. Ditingkat Kasasi DPP PKS Kembali Kalah oleh Fahri
Kalah dalam banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, DPP PKS kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, DPP PKS harus menelan pil pahit bahwa partai ini harus menerima kekalahan untuk yang ketiga kalinya. Hal itu tertera dalam laman putusan Mahkamah Agung pada Kamis, 2 Agustus 2018.
Baca: Fahri Hamzah Sebut Anis Matta Layak Jadi Cawapres
Fahri dinyatakan menang lewat perkara perdata atas nomor register 1876 K/PDT/2018 yang telah ditolak pada 30 Juli 2018. Majelis hakim kasasi yang menangani perkara itu, Maria Anna Samiyati, Muhammad Yunus Wahab dan Takdir Rahmadi.
Menanggapi kemenanganya yang ketiga kali, Fahri menyatakan bersyukur dan berbesar hati atas putusan MA yang menolak kasasi yang diajukan DPP PKS terkait kasus pemecatan dirinya. "Saya sangat bersyukur dan berbesar hati atas berita ini," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis, 2 Agustus 2018.
Adapun tim advokasi hukum DPP PKS, Zainudin Paru menilai, putusan MA yang menolak kasasi DPP PKS terkait kasus pemecatan Fahri Hamzah, memiliki banyak kejanggalan. Kejanggalan pertama, ujar Zainudin, putusan kasasi ini begitu cepat.
Zainudin menilai perkara ini mendapat atensi lebih dari Mahkamah Agung di tengah ribuan perkara kasasi (Perdata Umum) yang masuk ke Mahkamah Agung. "Ini cukup mengherankan," ujar Zainudin dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 2 Agustus 2018.
Baca: Fahri Hamzah: Abdul Somad Jangkar Umat Islam
Kejanggalan kedua, lanjutnya, perkara diregister dalam dua register di dua kepaniteraan perdata yang berbeda. Sebelumnya di register di panitera muda perdata khusus yang kemudian dipindah ke perdata umum diikuti dengan perubahan nomor register perkara.
Adapun Kuasa hukum Fahri Hamzah, Muhajid A Latief menjelaskan, nomor register di dua kepaniteraan perdata yang berbeda itu terjadi karena MA mengoreksi kesalahan pada register pertama. Sebab, perkara tersebut bukan perdata khusus tapi perdata umum.