TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Kalapas Sukamiskin Bandung Wahid Husen. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan ada enam orang yang ditangkap KPK terkait OTT Kalapas Sukamiskin. Pasca OTT di Lapas Sukamiskin, KPK bahkan menyita uang dalam pecahan rupiah dan valas.
Simak: Kalapas Sukamiskin Kena OTT, KPK Sita Uang dan Valas
KPK belum membuka perkara apa yang menyeret Kalapas Sukamiskin. Namun, Majalah Tempo sudah bolak-balik mengendus bau anyir dari lapas khusus narapidana kasus korupsi tersebut. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah soal pelesiran narapidana korupsi.
Dalam laporan Majalah Tempo edisi 6 Februari 2017, beberapa koruptor dan empat mantan penghuni Lapas Sukamiskin buka-bukaan soal praktek pelesiran napi Sukamiskin. Tahanan yang hendak berpelesiran keluar lazimnya merogoh kocek Rp 5-10 juta sebagai pelicin.
Uang tersebut diberikan kepada seorang pemuka napi, yang lalu meneruskannya ke sipir dan pejabat LP. Empat mantan penghuni Sukamiskin membenarkannya. "Setahu saya, semua terima," ujar mantan terpidana korupsi yang pernah juga pelesiran ini.
Baca: Pelesiran Napi Sukamiskin, 6 Petugas Lapas Kena Sanksi
Ada tiga jenis izin yang biasa digunakan para narapidana manakala hendak pelesir ke luar bui, yaitu izin berobat, menjenguk keluarga yang sakit, atau kerja sosial. Ketiga izin ini diterbitkan oleh Kalapas Sukamiskin. "Dulu yang paling sering digunakan adalah program kerja sosial," kata seorang tahanan yang masih meringkuk di bui, akhir tahun lalu. Dari total 493 penghuni Sukamiskin, hampir separuhnya ia yakin pernah jalan-jalan ke luar.
Agar tak mencurigakan, narapidana memilih keluar pada dinihari atau malam. Kalau keluar pagi, biasanya mereka kembali malam hari. Lalu napi yang keluar malam akan balik sebelum matahari terbit. "Pandai-pandai masing-masing saja," ucap narapidana ini. Di luar penjara, ada yang pulang ke rumah kontrakan, apartemen, atau ke restoran.
Simak juga: Napi Sukamiskin Pelesiran, Begini Teori Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Dedi Handoko, Kalapas Sukamiskin ketika tulisan ini terbit, tidak menyangkal praktek pelesiran napi Sukamiskin. Tapi Dedi menekankan hal itu sudah tak terjadi lagi sejak dia menjabat Kepala Lapas Sukamiskin pada Oktober 2016. "Dulu mungkin seperti itu. Saya masuk, sudah tidak boleh lagi ada pungutan liar, kutipan, pungutan," katanya. Dedi juga menegaskan asimilasi kerja sosial bukan buat napi kasus korupsi, sehingga tak mungkin lagi mereka mendapatkan izin tersebut.