TEMPO.CO, Jakarta - Dua hari pasca-ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1, Eni Maulani Saragih (Eni Saragih), buka-bukaan mengenai perkara yang menjeratnya. Hal tersebut dituangkan oleh wakil komisi VII itu dalam sepucuk surat yang ditulis Eni Saragih untuk keluarganya pada Ahad, 15 Juli 2018.
Baca: Eksklusif Eni Saragih: Saya Pikir Rezeki dari Swasta itu Halal
Dia menegaskan, apa yang dilakukannya dalam Proyek PLTU 2x300 Riau 1 itu untuk membantu protek investasi. Tujuannya agar proyek itu berjalan lancar. "Ini bukan proyek APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," ujarnya, seperti dikutip dari surat Eni. Penegasan itu dia sampaikan di awal suratnya.
Dalam kasus dugaan suap PLTU Riau I ini, selain Eni Saragih, KPK juga telah menetapkan bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap. KPK menyangka Eni menerima Rp 500 juta dari Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Baca: Cari Bukti Dugaan Suap Eni Saragih, KPK Geledah Rumah Dirut PLN
KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diberikan kepada Eni berjumlah Rp 4,8 miliar
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap 13 orang pada Jumat, 13 Juli 2018 di beberapa tempat di Jakarta. Eni Saragih ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham. Dalam OTT tersebut KPK juga menyita Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan tanda terima uang tersebut.
Berikut salinan surat Eni yang ditulis yang diterima Tempo :
Pengakuan Eni Saragih terkait dugaan suap PLTU Riau I kepada keluarga yang diperoleh Tempo pada Senin, 16 Juli 2018. Sumber: Istimewa
SURAT ENI MAULANI SARAGIH
Proyek PLTU 2x300 Riau I, yang saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar. Ini bukan proyek APBN.
Proyek Riau I, proyek dimana negara melalui PLN menguasai saham 51%, tidak ada tender maka dari itu tidak ada peran saya untuk mengintervensi untuk memenangkan salah satu perusahaan. Dari proyek 35 ribu MW, baru Riau I yang PLN menguasai saham 51%, PLN hanya menyiapkan equity 10%, lebihnya PLN akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga yang sangat murah 4,25 / th. Harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat.
Saya merasa bagian yang memperjuangkan proyek Riau I ini menjadi proyek “contoh” dari proyek 35 ribu MW, yang semua kondisinya baik, harga bagus, negara menguasai, bunga sangat rendah. Dibandingkan dengan PLTU “BATANG 2x1000”, saya pernah kunker disana bersama Komisi-7, investasi proyeknya mahal 5,2 M Dollar, full swasta negara tidak ada sama sekali sahamnya, harganya pun mahal diatas 5 sen, padahal dengan proyek yang sangat besar ini 2x1000, seharusnya harga bisa dibawah 5 sen, dan yang luar biasa lagi negara menjamin proyek ini sampai 30 tahun, tanpa ada kepemilikan negara di proyek ini –NOL- Ada apa dengan proyek ini? Makanya saya perjuangkan proyek Riau I karena saya yakin ada sesuatu yang bisa saya lakukan buat negara ini.
Kepada Pak Jokowi, Bapak Presiden RI, maka jangan digagalkan model proyek Riau I ini karena model ini yang Bapak mau.
Banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yang tidak mau model seperti ini bisa jalan. Mereka tidak mau negara menguasai asset (51%), mereka hanya mau kepetingannya saja. Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu MW.
Ada lagi yang lebih gila lagi, proyek Paiton diatas 9 sen, luar biasa gilanya.
Saya membantu Riau I, karena saya tahu semangat Pak Kotjo dan Pak Sofyan Basyir adalah semangatnya buat negara. Semua di press, ditekan agar hasil jualnya ke PLN menjadi murah dengan begitu listrik buat rakyat pun menjadi murah.
Kesalahan saya, karena saya menganggap Pak Kotjo sebagai teman, satu tim, bukan orang lain, sehingga kalau ada kebutuhan yang mendesak saya menghubungi beliau untuk membantu sponsor kegiatan organisasi, kegiatan ummat, maupun kebutuhan pribadi, dan Pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yang sama kepada saya.
Kesalahan saya juga adalah merasa kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proyek ini karena saya merasa proyek ini proyek investasi di mana swasta menjadi agen yang legal, proses dari proyek ini benar, kepentingan negara nomor 1 (karena menguasai 51%), rakyat akan mendapatkan listrik murah (karena harga jualnya ke PLN murah), sehingga kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya.
Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt.
Jakarta, 15 Juli 2018
Ttd. Eni Maulani Saragih