TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan keterlibatan anggota Komisi Energi DPR Eni Saragih terkait kasus tindak pidana suap dalam kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.
"KPK sangat menyesalkan peristiwa seperti ini terjadi kembali, terutama karena sejumlah pihak menyalahgunakan posisi, kewenangan dan pengaruhnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada sebuah pekerjaan besar yang diharapkan dapat memberikan manfaat pada masyarakat," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya pada Sabtu, 14 Juli 2018.
Baca: Ditangkap KPK, Status Eni Saragih akan Diputuskan oleh DPP Golkar
Dalam tangkap tangan terkait kasus itu, KPK mendapatkan sejumlah bukti adanya dugaan persekongkolan dan penerimaan uang sebagai fee terkait salah satu dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW, yaitu pembangunan PLTU Riau 1. Selain Eni Saragih, KPK telah menetapkan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka.
"Niat baik untuk memaksimalkan akses masyarakat mendapatkan listrik melalui proyek pembangkit listrik 35.000 MW diduga disalahgunakan oleh sejumlah pihak yang meminta atau menerima fee," ujar Basaria.
Baca: Begini Kronologi OTT Eni Saragih di Rumah Idrus Marham
KPK pun mengimbau seluruh elemen bangsa, termasuk para pemegang kewenangan, untuk tidak melakukan praktik korupsi dan menyalahgunakan kekuasaan, terutama terkait pekerjaan-pekerjaan besar yang diharapkan dapat bermanfaat langsung bagi masyarakat, baik proyek pembangkit listrik, infrastruktur, alokasi anggaran khusus atau kebijakan-kebijakan lain. "Seluruh sumber daya yang ada bisa semaksimal mungkin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sektor energi yang melingkupi hajat hidup orang banyak menjadi perhatian serius bagi KPK," kata Basaria.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 13 Juli 2018, KPK menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp 500 juta tersebut. Uang tersebut diduga merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1. KPK menduga uang tersebut merupakan penerimaan keempat dari pengusaha Kotjo kepada Eni dengan nilai total Rp 4,8 miliar. "Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau 1," kata Basaria.
Baca: KPK Duga Eni Saragih Bukan Penerima Tunggal Suap Proyek PLTU Riau