TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih (Eni Saragih) dan bos Apac Group Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka suap proyek pembangunan PLTU Riau. Keduanya ditangkap dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK di Jakarta, pada Jumat, 13 Juli 2018.
"Setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan gelar perkara disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara secara bersama-sama," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Sabtu, 14 Juli 2018.
Baca: Ini Harta Pejabat Komisi Energi Eni Saragih Menurut LHKPN 2014
Basaria mengatakan KPK telah menyelidiki kasus tersebut sejak Juni 2018. Dalam proses penyelidikan, KPK mendapat informasi akan terjadi penyerahan uang Rp 500 juta dari sekretaris Johannes, Audrey Ratna Junianty kepada staf Eni, Tahta Maharaya pada Jumat siang di lantai 8 Graha BIP, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta.
Setelah penyerahan uang terjadi, KPK menangkap Tahta di tempat parkir Graha BIP pukul 14.27. KPK menyita uang Rp 500 juta dalam pecahan Rp 100 ribu dari Tahta. "Uang dibungkus amplop cokelat yang dimasukan dalam kantong plastik warna hitam," kata Basaria.
Setelah itu, tim KPK menangkap Audrey di ruangan kerjanya sekitar pukul 14.30. Dari ruangan Audrey, tim KPK menyita bukti penyerahan duit Rp 500 juta yang diterima Tahta.
Baca: KPK Tangkap 12 Orang dalam Kasus OTT Eni Saragih
Tim lalu bergerak menuju ruangan kerja bos Audrey, Johannes B. Kotjo di Graha BIP. Tim KPK menangkap Johannes, serta sejumlah pegawai dan sopir Johannes.
Secara paralel, tim KPK lainnya menciduk Eni bersama sopirnya di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham di Widya Chandra, pada pukul 15.21. Saat itu, Eni tengah menghadiri perayaan ulang tahun anak bungsu Idrus. "Dia kaget," kata Idrus menerangkan kondisi Eni saat ditangkap.
Setelah menangkap Eni, tim KPK kemudian menangkap seorang staf Eni di Bandara Soekarno Hatta pukul 16.30. Pada dinihari, Sabtu, 14 Juli 2018, tim kembali menangkap suami Eni, M. Al-Khafidz dan dua staf Eni di rumahnya di Larangan, Tangerang. "KPK total menahan 13 orang," ujar Basaria.
Baca: Eni Saragih Pegiat Banyak Organisasi Sayap Partai Golkar
Dalam perkara ini, KPK menyangka Eni menerima Rp 500 juta dari Johannes, selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Uang itu diduga diberikan pada Eni untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga akan diberikan kepada Eni Saragih berjumlah Rp 4,8 miliar. "Diduga uang itu akan diberikan untuk EMS dan kawan-kawan terkait," kata Basaria.