TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan adanya praktik korupsi dalam pengelolaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 yang jumlahnya sekitar Rp 8 triliun.
"Padahal seharusnya manfaat dana tersebut dirasakan oleh masyarakat Aceh dalam bentuk bangunan infrastruktur seperti jalan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta pada Rabu, 4 Juli 2018.
Baca: Ditetapkan Tersangka KPK, Gubernur Aceh Bantah Terima Uang
Basaria mengatakan DOKA merupakan salah satu prioritas pendampingan KPK dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan. "Justru KPK menemukan indikasi bagaimana DOKA menjadi bancakan dan dinikmati oleh sebagian oknum," ujarnya.
Kasus korupsi DOKA ini menjerat dua kepala daerah di Aceh, yaitu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Selain mereka, ada dua pihak swasta lain, yaitu Hendri Yuzal dan T.Syaiful Bahri.
Baca: Gubernur Aceh Irwandi Yusuf Resmi Ditahan
Dalam kasus ini, Bupati Bener Meriah diduga memberikan Rp 500 juta kepada Gubernur Aceh sebagai bagian dari Rp 1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari DOKA Tahun Anggaran 2018.
KPK kembali mengingatkan kepada para kepala daerah agar kembali pada sumpah jabatan dan amanah dalam mengemban tugas sebagai aparatur pelayan masyarakat untuk memakmurkan masyarakatnya dengan memanfaatkan sumber daya dan anggaran yang diamanahkan kepada pemerintahannya dengan sebaik-baiknya.
Baca: OTT Gubernur Aceh, Cek Koleksi Louis Vuitton Istri Irwandi Yusuf