TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa merintangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fredrich Yunadi mengatakan hari ia divonis 7 tahun penjara sebagai hari kematian advokat. Ia menganggap hukuman yang dijatuhkan kepadanya jadi bukti peran advokat di Indonesia sudah hancur.
"Ini adalah hari kematiannya advokat, karena peran advokat kita sudah hancur," kata Fredrich usai menjalani sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Kamis, 28 Juni 2018.
Baca: Fredrich Yunadi Divonis 7 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta
Majelis hakim Pengadilan Tipikor menghukum Fredrich 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. Hakim menyatakan bekas pengacara Setya Novanto itu terbukti bersama Bimanesh Sutardjo merintangi penyidikan KPK dalam korupsi e-KTP.
Atas putusan itu, Fredrich langsung mengajukan banding. Menurut Fredrich, hakim melakukan sejumlah kekeliruan. Pertama, menurut dia hakim telah menggunakan seluruh pertimbangan jaksa dalam menentukan vonis. "Ternyata pertimbangannya itu 100 persen nyontek dari jaksa," kata dia.
Kedua, menurut Fredrich, hakim sudah melanggar konstitusi karena menyebut sistem hukum anglo-saxon (sistem hukum didasarkan pada yurisprudensi) juga berlaku di Indonesia. Padahal, dia mengatakan Indonesia menerapkan sistem hukum Eropa kontinental. "Berarti mereka sedang berkelompok untuk mengubah konstitusi Indonesia," ujarnya.
Baca: Hadapi Sidang Vonis, Fredrich Yunadi: Kami Tak Mau Berharap
Menurut Fredrich, putusan hakim itu sudah menginjak-injak hak advokat dalam membela kliennya. Dia khawatir ke depan semua advokat yang membela perkara korupsi akan dijerat pasal merintangi proses hukum tersangka korupsi seperti dirinya. "Apakah koruptor tidak boleh didampingi advokat?" tanya dia.
Fredrich mengatakan akan mengadu ke sejumlah perkumpulan advokat tentang vonisnya ini. Ia akan menyarankan asosiasi pengacara supaya menolak menangani perkara korupsi. "Silahkan koruptor bela dirinya sendiri. Kami advokat tidak akan membela," ujarnya.
Baca: Fredrich Yunadi Siap Mendengar Vonis, Jaksa Siap Jaga Emosi Jiwa