TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pesimistis melaporkan soal dugaan ketidaknetralan aparat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, ujar Ferdinand, selama ini Bawaslu dianggap menutup mata terhadap ketidaknetralan dalam pemilu.
"Kami pesimis jika melaporkan ke Bawaslu akan ditindaklanjuti. Seperti kasus Arugate (Brigjen Hasanuddin) di Maluku. Apa Bawaslu tidak tahu kalau jenderal polisi itu akhirnya dicopot karena diduga tidak netral? Kenapa Bawaslu tidak pro aktif?" ujar Ferdinand saat dihubungi Tempo, Ahad malam, 24 Juni 2018.
Baca: SBY Tuding TNI, BIN, Polisi Tidak Netral, Golkar: Lapor Bawaslu
Hal tersebut disampaikan Ferdinand menyusul saran Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, yang meminta SBY melaporkan anggota TNI, Polri, dan BIN yang dituduh tidak netral dalam Pilkada serentak 2018 ke Bawaslu. Menurut Ace, jika ada anggota lembaga negara terbukti tidak netral, Bawaslu dapat menghukum mereka.
Namun, menurut Ferdinand, Bawaslu seharusnya tidak bekerja jika ada laporan saja, tapi juga harus aktif di lapangan. "Jadi bagi kami kalau ada yang meminta Pak SBY melaporkan ke Bawaslu, kami anggap itu ngeles sambil ngelucu," ujar Ferdinand.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat SBY menyebut ada anggota BIN, Polri, dan TNI yang tidak netral terhadap berlangsungnya Pilkada. Dia mencontohkan beberapa kasus, salah satunya yang baru terjadi di Maluku.
Baca: SBY Beberkan Bukti Ketidaknetralan BIN, TNI dan Polri di Pilkada
Wakil Kepala Kepolisian Maluku, Brigadir Jenderal Hasanuddin, dimutasi dari jabatannya karena diduga mengarahkan jajarannya di sejumlah kepolisian resor untuk memilih salah satu pasangan calon dalam pemilihan Gubernur Maluku. Mutasi dilakukan pada 20 Juni 2018 lalu.
Adapun Bawaslu menyatakan tidak akan memproses laporan dugaan tidak netralnya pejabat tinggi kepolisian dalam pemilihan Gubernur Maluku. Sebab, Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, mengatakan kepolisian telah memutasi pejabat tinggi tersebut sehingga Badan kehilangan kewenangan untuk memproses laporan pelanggaran. "Kami mau memproses apa lagi?" kata Fritz seperti dikutip dari Koran Tempo edisi 23-24 Juni 2018.