TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis dan akademisi menggugat Undang-Undang Pemilihan Umum terkait dengan pasal yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para penggugat berharap majelis hakim konstitusi mencabut pasal itu dan membuka ruang bagi munculnya lebih dari dua calon presiden dalam pemilihan presiden pada April 2019 mendatang.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto enggan berkomentar mengenai materi gugatan itu. Dia hanya menyebut para pihak yang mengajukan uji materi itu berasal dari mazhab yang sama. "Yang menggugatnya itu agak satu warna, agak kelihatan," kata dia di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Juni 2018.
Baca Juga: Tingginya Presidential Threshold Bisa Bikin Pemerintah Otoriter
Penggugat presidential threshold ini sendiri adalah 12 tokoh publik, antara lain mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqqodas dan Bambang Widjojanto; mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri; serta mantan pemimpin Komisi Pemilihan Umum, Hadar M. Gumay. Ada pula sejumlah akademisi, seperti Rocky Gerung, Faisal Basri, dan Robertus Robert. Tak hanya itu, ada Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari, Direktur Perludem Titi Anggraini, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, sutradara Angga Dwimas Sasongko, dan pekerja profesional, Hasan Yahya.
Airlangga menolak berkomentar lebih lanjut perihal uji materi presidential threshold ini. Dia enggan menduga-duga dampak politik yang terjadi jika uji materi kali ini diterima MK. "Nanti kita lihat. Ya, mereka punya argumentasi baru, tapi (penggugatnya) agak satu warna, agak-agak kelihatan," ujarnya. Airlangga tak menjawab saat ditanya apa maksud "satu warna" itu. "Ya, kalian bisa lihat sendirilah," ucapnya.
Baca Juga: Keputusan MK Soal Presidential Threshold Dinilai sebagai Kemunduran
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur perihal ambang batas pencalonan presiden. Dalam Pasal 222 undang-undang itu disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20 persen suara di Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilihan umum 2014 untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Akibat aturan ini, tak ada satu pun partai politik yang dapat mengusung calon presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain. Selain itu, dengan tingginya ambang batas pencalonan, maka maksimal hanya bakal ada dua calon presiden.
Baca Juga: Ini Keputusan MK Soal Presidential Threshold