Jakarta - Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin, meminta seluruh khatib Salat Idul Fitri tidak menyampaikan isi kotbah yang mengandung ajakan politik praktis. Dia berharap suasana kebersamaan dalam perayaan tahun ini bisa terjaga dengan baik dan tidak dirusak oleh agenda politik praktis.
“Warna politik dalam jemaah kita itu bermacam-macam, karena itu jangan sampai kotbahnya menjadi ajang penyampaian politik praktis," kata dia di Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis 14 Juni 2018.
Baca berita sebelumnya: Menteri Agama Pimpin Sidang Penentuan Hari Raya Idul Fitri
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1439 Hijriah jatuh pada Jumat 15 Juni 2018. Penetapan pada tahun cenderung seragam antara pemerintah dan sejumlah organisasi besar masyarakat Islam.
Menurut Ma'ruf, hari raya Lebaran yang seragam merupakan berkah. Dia mengajak masyarakat bersyukur bisa merayakan Lebaran secara bersamaan dan karenanya, meminta dimanfaatkan seluruh umat Islam untuk bersilaturahmi dan berbagi kasih sayang.
"Kita sesama muslim dan sesama keluarga bangsa hendaknya menghilangkan kesalahpahaman,” kata Ma’ruf. Dia menambahkan, “Mari kita bangun hubungan yang penuh saling pengertian sehingga tak ada kegaduhan lagi.”
Baca: Kapan Jemaah Naqsabandiyah Merayakan Idul Fitri?
Ma’ruf menuturkan, perayaan Idul Fitri yang damai dan tenteram dapat dimulai dengan khatib yang menyampaikan ceramah yang menyejukkan dan menebar kedamaian. Ceramah yang hendaknya mengajak pada persatuan dan persaudaraan.
“Jangan sampai ada khatib Salat Idul Fitri yang justru merusak suasana indah dan damai ini dengan kotbah politik yang memprovokasi," ujar Ma'ruf.
Baca pandangan MUI tentang politisasi agama di sini