TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bakal mengeluarkan peraturan presiden untuk mengatur teknis pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam penanganan terorisme pascapengesahan rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
"Perpresnya nanti lebih bersifat ke arah taktikal, bagaimana teknis operasinya," kata Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko seusai acara Leaders Talk di Kantor KSP, Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.
Selain itu, kata dia, di dalam Perpres ini akan diatur pula soal tingkat ancaman serta penentuan perubahan status ancaman yang memungkinkan TNI masuk untuk menangani terorisme.
Baca juga: Pemerintah Segera Buat Perpres Soal Pelibatan TNI Atasi Terorisme
"Indikatornya seperti apa, siapa yang menentukan dan seterusnya," ujar mantan panglima TNI ini.
Menurut Moeldoko, pihak yang bisa menentukan perubahan tingkat ancaman serangan terorisme adalah Presiden bersama anggota Dewan Ketahanan Nasional. "Siapa anggotanya? Menkopolhukam, Menhan, Mendagri, Kapolri, Kepala BIN, dan Panglima TNI," tuturnya.
Jika TNI terlibat dalam penanganan terorisme maka satuan yang akan turun adalah Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab), gabungan pasukan elit dari tiga matra TNI.
"Siapa yang mengendalikan Koopsusgab itu secara bergantian (pejabat) bintang dua. Setiap enam bulan sekali, secara bergantian," ucap Moeldoko.
Namun, ucap Moeldoko, untuk saat ini pembahasan terkait Perpres itu belum dimulai lantaran RUU Antiterorisme baru disahkan pagi tadi.
Baca juga: TNI Ikut Tangani Terorisme Dinilai Tak Akan Buat Militer Represif
Sebelumnya, DPR menggelar rapat bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius, dan Inspektur Pengawasan Umum Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno di gedung DPR, kemarin malam. Dalam rapat itu semua pihak baik dari DPR dan pemerintah sepakat keterlibatan TNI dalam penanganan kasus terorisme.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, yang mulanya menolak frasa "motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan" dalam definisi terorisme, akhirnya menerima. Frasa ini membuka peluang TNI untuk bisa langsung terlibat penanganan terorisme.