TEMPO.CO, Jakarta - Tim Panitia Kerja Pemerintah untuk Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau RUU Terorisme menyediakan alternatif terkait dengan rumusan definisi terorisme. Ketua Tim Panja Pemerintah, Enny Nurbaningsih, mengatakan alternatif itu untuk mengakomodasi usulan yang muncul dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Alternatif itu mengakomodasi adanya frasa motif politik, motif ideologi, atau motif mengganggu keamanan dalam definisi terorisme. "Dalam proses mengakomodasi sekian banyak masukan, kami merumuskan alternatifnya sehingga keluar alternatif menambahkan frase di dalamnya itu," ujar Enny di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 23 Mei 2018.
Baca: Pemerintah Usul Frasa Motif Politik di RUU Terorisme Ditiadakan
Enny menampilkan usul alternatif tersebut. Bunyinya, "Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, motif politik, dan motif mengganggu keamanan."
Adapun untuk usulan pertama menyebutkan, "Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas pubik, atau fasilitas."
Baca: 4 Hal yang Jadi Kontroversi di RUU Antiterorisme
Enny mengatakan keputusan pemerintah memasukkan ketiga motif tersebut karena dinamika pembahasan. Ia berujar penambahan frasa dilakukan setelah berdiskusi dengan penegak hukum. "Tadi jaksa bicara bahwa kalau ini yang muncul, tanpa kata tujuan, ya, kalau motif bisa," ujarnya.
Enny menuturkan tim Panja belum memutuskan definisi yang akan digunakan. Ia menyarankan dua usul itu dibawa ke rapat kerja antara DPR dan pemerintah, Kamis. Alternatif usul akan dibahas di internal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Ia memastikan keberadaan dua alternatif yang dibawa dalam rapat kerja DPR dengan pemerintah tidak menjadi masalah. "Waktu Undang-Undang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juga kami membawa beberapa alternatif ke raker itu enggak masalah," ucapnya. Namun, menurut dia, pemerintah berkukuh mengusulkan agar tidak ada frasa motif politik, ideologi, dan ancaman terhadap negara di definisi terorisme dalam pembahasan RUU Terorisme.