TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan terorisme adalah kejahatan luar biasa. Karena itu, perlu aksi yang luar biasa juga untuk memeranginya.
Menurut Jokowi, selama ini Indonesia fokus memerangi terorisme dengan cara represif (hard power) berupa penegakan hukum, hingga memburu dan membongkar jaringan teroris sampai ke akar-akarnya. "Pendekatan hard power jelas sangat diperlukan tapi belum cukup. Saatnya kita seimbangkan dengan soft power," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.
Baca: Jokowi Akan Pimpin Rapat Penanggulangan Terorisme Siang Nanti
Soft power yang dimaksud Jokowi adalah mengedepankan langkah preventif. Upaya pencegahan ini tidak cukup dengan proses deradikalisasi bagi narapidana terorisme saja, tetapi perlu ditambah dengan membersihkan lembaga pendidikan di Indonesia dari pemahaman-pemahaman radikal.
"Bersihkan lembaga mulai dari TK, SD, SMP SMA, perguruan tinggi, ruang-ruang publik, dan mimbar-mimbar umum dari ajaran ideologi terorisme," ucapnya.
Menurut Jokowi, berkaca kepada aksi bom bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo yang melibatkan anak-anak dan perempuan, maka upaya preventif menjadi penting. Peristiwa itu menandakan ideologi radikal telah masuk ke sekolah dan lingkungan keluarga.
Baca: Jokowi Tegaskan Pemerintah Akan Basmi Terorisme sampai ke Akar
"Ini menjadi peringatan pada kita semua, menjadi wake up call, betapa keluarga jadi target indoktrinasi terorisme," ucap Jokowi.
Jokowi memerintahkan agar pendekatan represif dan preventif ini dipadukan agar pencegahan dan penanggulangan terorisme bisa berjalan lebih efektif.