TEMPO.CO, Jakarta - Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme sempat mengundang pro kontra. Beberapa pasal pun mengatur tentang peran TNI dalam rancangan undang-undang atau RUU Antiterorisme yang sedang dibahas di DPR.
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, mengatakan dalam dalam Undang-Undang Pertahanan Negara, memang sudah dicatat peran TNI dan polisi.
"Tentara juga punya tugas selain operasi militer," kata dia dalam diskusi Forum Legislasi di Media Center DPR, Selasa, 15 Mei 2018.
Anggota tim ahli Panitia Khusus RUU Antitetorisme, Poltak Partogi Nainggolan mengatakan soal pelibatan TNI, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto sudah memberi isyarat tentang RUU Antitetorisme yang sudah bisa rampung. TNI sudah tidak mempermasalahkan soal peran mereka.
"Tapi dalam rapat 18 April 2018, ditanya lagi apakah tidak ada pendapat dari TNI, dikorek terus," ujarnya dalam diskusi yang sama.
Fraksi yang mengungkit soal peran TNI ini, menurut Partogi, adalah fraksi yang dari awal setuju dengan keterlibatan TNI dalam penegakan hukum teroris. "Fraksi garis keras yang ingin perubahan total. Saya pikir tidak perlu lagi diributkan TNI dan polri," ujarnya.
Wakil Ketua Pansus RUU Teroris dari Fraksi PPP DPR RI, Arsul Sani, mengatakan anggota Pansus terdiri dari komisi hukum dan komisi keamanan yang bermitra dengan TNI.
Komisi I ini, kata dia, cenderung lebih terbuka dengan dimasukkannya kewenangan TNI dalam penegakan hukum.
Sedangkan Komisi 3 ingin tetap undang-undang antiterorisme, penegakan hukumnya dilakukan oleh penegak hukum. Meski demikian, ujar dia, dalam undang-undang yang lain TNI juga menjadi penegak hukum. Misal undang-undang perikanan, TNI bisa menangkap pelaku ilegal fishing.
"TNI berbasis pada skala ancaman bukan penegakan terorisme," ujarnya. Namun negara lain memilih menutup pintu bagi militer masuk ke ranah hukum terorisme. DPR dan pemerintah masih membahas RUU Antiterorisme.