TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono sebagai tersangka dugaan suap terkait usulan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan tahun 2018. Politikus Partai Demokrat itu diduga menerima Rp 500 juta dari pihak swasta rekanan di daerah.
"Penetapan dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan selama 1 x 24 jam, dilanjutkan gelar perkara,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya pada Sabtu, 5 Mei lalu.
Amin Santono merupakan anggota Komisi Keuangan DPR dan menjabat sebagai anggota dewan sejak 2009 hingga 2014. Dia kembali terpilih menduduki kursi yang sama untuk periode 2014-2019.
Baca: Amin Santono Tersangka, Karier Politiknya Dimulai di Jawa Barat
Saat kembali terpilih untuk periode kedua, Amin melaporkan harta kekayaannya kepada KPK pada 1 Desember 2014. Laman resmi KPK yang melansir laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) mencatat Amin memiliki harta sebanyak Rp 17,3 miliar. Jumlahnya tercatat meningkat sekitar Rp 7 miliar dari 22 Juli 2010 yang mencapai Rp 10,7 miliar.
Harta Amin terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 11,3 miliar. Tanah dan bangunannya tersebar di Kabupaten Kuningan, Kota Jakarta Timur, dan Kota Bekasi.
Amin juga tercatat memiliki tujuh kendaraan bermotor. Aset itu antara lain mobil Toyota Innova, Honda CR-V, Ford Ranger, Honda City, Toyota Fortuner, Mitsubishi Outlander, serta satu unit motor Honda.
Baca: Begini Kronologi OTT Anggota DPR Amin Santono
Dalam LHKPN tersebut, Amin tercatat memiliki sejumlah bisnis seperti akunpuntur, counter pulsa, cuci mobil dan motor, swalayan, dan pangkas rambut. Dia juga membuka usaha toko roti yang dilengkapi dua mesin pembuat roti milik sendiri. Dia juga membuka usaha refleksi, laundry, kantin, kerambat, counter CD dan DVD, waralaba Kebab Baba Rafi, kedai jus, dan peternakan. Nilai aset usahanya mencapai Rp 2,3 miliar.
Amin Santono melaporkan memiliki utang sebesar Rp 1,9 miliar. Dengan harta sebanyak Rp 17,3 miliar, total kekayaannya setara dengan Rp 15,4 miliar atau naik dari Rp 8,9 miliar dari laporan terakhirnya di 2010.