TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun tangan dalam insiden penembakan Poroduka, warga Nusa Tenggara Timur, Rabu, 25 April 2018. Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid mengatakan Jokowi perlu turun tangan untuk mengetahui keterlibatan kepolisian dalam penembakan tersebut.
"Organisasi ini mendesak Presiden Joko Widodo untuk memanggil Jenderal Tito Karnavian terkait keterlibatan kepolisian dalam pengamanan investasi dan penggunaan kekerasan dalam konflik agraria," kata Khalisah di kantor Walhi, Jakarta, Rabu, 2 Mei 2018.
Sejumlah organisasi tergabung dalam koalisi. Beberapa di antaranya Wahana Lingkungan Hidup, Konsorsium Pembaruan Agraria, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Kontras, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis, Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air, Human Rights Watch, Elsam, serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Baca: Pengukuran Lahan Ricuh, Warga NTT Tewas Kena Tembakan Polisi
Selain itu, Khalisah menuntut Jokowi segera membentuk tim independen untuk menyelidiki dan mengungkap kasus penembakan di Pantai Marosi secara terbuka. Tujuannya agar penembakan oleh polisi tidak terulang. "Kami meminta kapolri segera mencopot Kapolres Sumba Barat karena tidak serius mengungkap kasus ini," ujarnya.
Poroduka, 40 tahun, diduga tewas karena ditembak polisi saat mempertahankan lahan di pesisir Marosi, Desa Patiala Bawah, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Poroduka diduga tewas ditembak saat proses pengukuran lahan sekitar 200 hektare oleh Badan Pertanahan Nasional Sumba Barat dengan PT Sutera Morosi di wilayah pesisir tersebut.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Timur Umbu Wulung mengatakan kawasan di pesisir Marosi akan dijadikan lokasi pariwisata. Bahkan kawasan itu menjadi prioritas pembangunan nasional untuk pengembangan usaha di sektor pariwisata dengan target menyumbang produk domestik bruto 5,5 persen dan devisa Rp 233 triliun. Namun rencana itu mendapat penolakan.
Saat pengukuran lahan tersebut, perusahaan dan BPN meminta pengawalan polisi. Ketika itu, terlihat puluhan personel polisi berseragam lengkap dengan senjata menjaga proses pengukuran itu. Bentrok pun terjadi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan kepolisian masih menyelidiki kasus penembakan Poroduka. "Polda NTT sedang mendalami, sedang diproses," kata Iqbal saat ditemui di Hotel Le Meridien, Rabu. Koalisi pun meminta Jokowi segera memanggil kepolisian atas kasus ini.
M. JULNIS FIRMANSYAH