TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Presiden Joko Widodo memberi batas waktu kepada Kepolisian RI untuk menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
"Presiden sebagai pemimpin negara dan pemimpin tertinggi di pemerintahan harus bersikap lebih tegas dengan memberikan jangka waktu kepada kepolisian," kata Usman saat ditemui usai acara diskusi di kantornya pada Kamis, 12 April 2018.
Baca: Novel Baswedan dan Cerita Soal Jenderal
Usman menyayangkan belum jelasnya penyelesaian kasus penyerangan air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut. Hingga setahun peristiwa penyiraman, masyarakat belum mengetahui siapa yang menyerang Novel dan aktor intelektual di balik penyerangan itu.
Amnesty International Indonesia membuat petisi berjudul 'Pak Jokowi, Bentuk Tim Independen untuk Ungkap Kasus Novel'. Petisi dalam situs change.org tersebut sudah ditandatangani lebih dari 107 ribu orang hingga hari ini. "Untuk mengingatkan kembali bahwa presiden tidak boleh sekedar bersikap pasif menunggu kepolisian untuk menyerah," kata Usman.
Baca: 365 Hari Berlalu, Harapan Novel Baswedan pada Presiden Jokowi
Setahun setelah peristiwa penyerangan Novel, polisi masih belum menemukan pelakunya meskipun telah menyebarkan empat sketsa wajah yang diduga sebagai pelakunya. Dorongan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta pun terus menguat.
Saat berkunjung ke KPK dalam peringatan setahun kasusnya kemarin, Novel Baswedan mengatakan presiden pun berkepentingan untuk membentuk TGPF. "Kepentingan pemberantasan korupsi berlandaskan hukum dan penghormatan hak asasi manusia untuk melawan korupsi harusnya menjadi penting untuk presiden," kata Novel.
Usman pun mengatakan Presiden Jokowi mempunyai kesempatan besar untuk menegaskan komitmennya memberantas korupsi dengan menyelesaikan kasus novel. Ia menilai, kasus ini membuat KPK seperti mengalami cacat karena tidak adanya kepemimpinan investigatif yang handal dari seperti saat kepemimpinan Novel Baswedan.