TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pemilihan presiden (pilpres) 2019 memungkinkan diikuti oleh calon tunggal. "Namun ada regulasi yang akan dihindari calon tunggal," kata anggota KPU, Hasyim Asy'ari, saat dihubungi, Rabu, 11 April 2018.
Hasyim menuturkan, jika hingga akhir pendaftaran hanya ada satu pasangan calon presiden, pendaftaran akan diperpanjang. Perpanjangan pendaftaran capres itu tertuang dalam Pasal 235 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemilu. Adapun pasal itu menyatakan, jika hanya ada satu pasangan calon, KPU akan memperpanjang jadwal pendaftaran selama 14 hari. Pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden 2019 dimulai pada 4-10 Agustus 2018.
Baca:
PDI Perjuangan: Pilpres 2019 Memungkinkan untuk Calon Tunggal
Kata Pengamat soal Strategi Jokowi Menuju Pilpres 2019...
Namun, jika setelah masa perpanjangan masih terdapat satu pasangan calon, pemilihan presiden tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu. "Kalau nanti yang menang kotak kosong, akan ada pilpres putaran kedua."
Hasyim mengatakan partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon tapi tidak mengajukan, akan dikenai sanksi. Partai itu akan dihukum tidak bisa mengikuti pemilu berikutnya.
Selain itu, KPU akan mengantisipasi jika memang pada pilpres tahun depan hanya ada satu pasangan calon. "Tapi, kalau sampai batas akhir tetap satu calon, undang-undang juga sudah mengantisipasi dan pilpres tetap berlanjut," ujar Hasyim.
Baca juga: Peluang Gatot Nurmantyo di Pilpres 2019...
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan calon tunggal memungkinkan untuk pilpres 2019. "Calon tunggal dimungkinkan ketika rakyat menghendaki dan itu konsensus nasional," kata Hasto di kantor lama DPP PDIP, Jakarta, Ahad, 8 April 2018.
Hasto mengatakan keberadaan calon tunggal dalam pemilihan sudah terbukti dalam pilkada serentak 2018 di tingkat provinsi dan kabupaten-kota. Namun calon tunggal tidak mudah untuk pilpres karena dinamika politik nasional saat ini. "Kita menginginkan demokrasi berkualitas karena kontestasi gagasan."
IMAM HAMDI | FRISKI RIANA