TEMPO.CO, Jakarta - Penyelidikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan selama setahun tidak juga menemukan titik terang. Lamanya penanganan kasus yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu membuat sejumlah aktivis yang tergabung dalam koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Permintaan itu sudah muncul sejak pertengahan tahun lalu. Namun, hingga kini, Jokowi menyatakan belum akan membentuk TGPF. "Saya masih menunggu semuanya dari Kapolri. Kalau Kapolri sudah begini (Jokowi mengangkat tangannya), baru (dibentuk)," kata Jokowi saat di Pesanggarahan Tenjoresmi, Sukabumi, Ahad, 8 April 2018.
Baca: 1 Tahun Novel Baswedan, Koalisi Masih Tunggu Jokowi Bentuk TGPF
Menurut Jokowi, kepolisian masih bekerja keras dan bersemangat untuk mengungkap kasus Novel Baswedan. "Kapolri masih sangat anu sekali (Jokowi mengepalkan kedua tangannya)," ucapnya.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan, menerima petisi tim gabungan pencari fakt , di gedung KPK, Jakarta, 22 Februari 2018. TGPF ini untuk mengusut tuntas penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. TEMPO/Imam Sukamto
Penyerangan terhadap Novel terjadi pada 11 April 2017. Dua orang pengendara sepeda motor menyiramnya dengan air keras ketika dia sedang berjalan pulang dari salat Subuh di Masjid Al-Ikhsan, dekat tempat tingalnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat kejadian itu, mata Novel mengalami kerusakan.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kepolisian perlu diberi waktu untuk mengusut kasus penyerangan terhadap Novel. "Saya yakin kepolisian itu serius. (Polisi) harus diberikan waktu, walaupun waktunya juga lama," kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat, 2 Maret 2018.
Terkait perkembangan pengusutan kasus Novel, Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syafruddin mengatakan bahwa Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis telah menyampaikan perkembangan kasus tersebut ke pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Syafruddin, tak mau membeberkan apa laporan yang disampaikan Idham. "Ada yang perlu dibuka, ada yang perlu dirahasiakan, karena ini menuju pada tersangka," ujarnya pada, Senin, 2 April 2018.
Baca: Sejumlah Kejanggalan Pengungkapan Kasus Novel Baswedan
Desakan untuk pembentukan TGPF untuk kasus Novel menguat ketika penyidik KPK itu pulang dari berobat di Singapura pada 22 Februari 2018. Sejumlah masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat, koalisi masyarakat sipil, dan wadah pegawai KPK ingin TGPF dibentuk lantaran merasa ada kejanggalan dalam penyidikan kasus Novel.
Mantan pimpinan KPK Abraham Samad juga kencang menyuarakan pembentukan tim tersebut. "Tidak ada jalan lain mengungkap pelaku penyiraman Novel selain dengan membentuk TGPF," ujarnya di gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Februari 2018.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Ketua KPK Agus Rahardjo melakukan salam komando seusai melakukan jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, 19 Juni 2017. Kedatangan Kapolri ke markas lembaga antirasuah itu untuk membahas pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dalam kesempatan berbeda, Abraham Samad kembali menyampaikan harapannya agar Presiden Jokowi segera membentuk TGPF untuk kasus Novel Baswedan. “Sebenarnya enggak apa-apa polisi juga bekerja, tapi dibutuhkan tim gabungan ini untuk pencari fakta,” kata Abraham Samad di Makassar, Kamis, 1 Maret 2018.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Yati Andriyani menuturkan dukungan dari Jokowi itu mesti diwujudkan dalam keputusan pembentukan TGPF. "TGPF mendesak karena satu tahun tidak ada kemajuan dalam kasus ini, jangankan menemukan pelaku intelektual, menemukan pelaku lapangan saja belum berhasil," kata Yati kepada Tempo pada Senin, 10 April 2018.
Menurut Yati, Jokowi mestinya mempertimbangkan bahwa satu tahun adalah waktu yang cukup lama untuk sebuah kasus yang menjadi perhatian publik seperti kasus Novel Baswedan ini. Pengusutan kasus ini, menurut dia, adalah bentuk keberpihakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Jika tindakan teror semacam ini dibiarkan, pelaku tetap berkeliaran, maka yang dipertaruhkan adalah sikap negara ini terhadap pemberantasan korupsi," ujarnya
CAESAR | TAUFIQ S. | DIDIT HARIYADI | NINIS C. | DEWI NURITA