TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu berbeda pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum soal mantan narapidana korupsi yang akan dilarang menjadi calon anggota legislatif atau caleg dalam pemilu 2019.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menilai semestinya KPU tidak melarang narapidana korupsi menjadi caleg yang telah menjalani hukuman. "Ya saya melihat di Pilakda kan memperbolehkan, kenapa tidak diperbolehkan untuk Pileg," kata Fritz seusai uji publik rancangan Peraturan KPU pencalonan presiden dan wakil presiden, serta anggota legislatif di gedung KPU, Jakarta pada Kamis, 5 April 2018.
Baca: Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg Pemilu 2019, Ini Kata Partai
Dalam beleid rancangan Peraturan KPU pencalonan anggota legislatif yang diuji publik, pada pasal 8 huruf j tertuang calon legislatif bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Menurut Fritz, tidak semua mantan narapidana kehilangan haknya untuk dipilih. Artinya, apabila mantan narapidana tidak kehilangan haknya tersebut, maka dia berhak untuk dipilih. "Kan dia tidak hilang hak konstitusionalnya," ujarnya.
Bawaslu mendukung setiap orang yang hak pilihnya tidak dicabut, menjadi calon legislatif jika ingin mendaftar. "Dia telah menjalani hukumannya, dan putusan pengadilan tidak mencabut itu. Saya kira boleh-boleh saja," ujarnya.
Baca: KPU Uji Publik Aturan Soal Eks Napi Koruptor Dilarang Jadi Caleg
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan akan menambah larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg, karena menganggap korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa. Selain itu, aturan ini dibuat agar pemilih mendapatkan calon yang bersih dan berintegritas.
"Kalau mengacu pada keputusan MK (Mahkamah Konstitusi, memang hanya bandar narkoba dan pelaku kejahatan terhadap anak yang dilarang. Dan kami ingin menambah soal korupsi," kata Arief dalam uji publik.
Berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, pasal 240 ayat 1 menyebutkan persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pasal itu menyatakan calon legislator tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Menurut Arief, KPU ingin memasukkan aturan larangan mantan narapidana menjadi caleg karena telah melihat data dan fakta. "Jadi kami masukan aturan itu. Kami ingin masyarakat mendapatkan calon yang baik dan bersih juga track recordnya," ujarnya.