TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galaila Agustiawan sebagai tersangka baru dalam dugaan korupsi investasi perusahaan tersebut di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009 yang merugikan keuangan negara Rp 568 miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Muhammad Rum membenarkan penetapan tersangka Karen berdasarkan Surat Perintah Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Tap-13/F.2/Fd.1/03/2018 tanggal 22 Maret 2018. "Sampai sekarang sudah 67 saksi diperiksa oleh penyidik," kata Rum pada Rabu, 4 April 2018.
Baca: Kejagung Tetapkan Bekas Manajer Pertamina Tersangka Korupsi
Selain Karen, Kejagung menetapkan dua tersangka lainnya yaitu Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina (Persero), Genades Panjaitan dan mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederik Siahaan.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejagung sebelumnya telah menetapkan tersangka BK, mantan Manager Merger & Acquisition (M&A) Direktorat Hulu PT. Pertamina (Persero).
Baca: Kasus Penjualan Aset Pertamina, Bareskrim: Melanggar 2 Peraturan
Kasus ini berawal pada 2009 saat PT Pertamina telah melakukan kegiatan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian asset (Interest Participating/ IP) milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project tanggal 27 Mei 2009.
Dalam pelaksanaanya, ditemui adanya dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi yang tidak sesuai dengan Pedoman Investasi dalam pengambilan keputusan investasi tanpa adanya kajian kelayakan berupa kajian secara lengkap (akhir) atau final due dilligence dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Tindakan tersebut mengakibatkan peruntukan dan penggunaan dana sejumlah US$ 31.492.851 serta biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) sejumlah US$ 26.808.244 tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT. Pertamina dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional. Akibatnya justru kerugian keuangan negara, yang dalam hal ini dialami Pertamina sebesar US$ 31.492.851 dan Aus$ 26.808.244 atau setara dengan Rp 568.066.000.000.