TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Prabowo Subianto tengah meniru strategi Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat pada 2016 silam.
"Jadi yang disebarkan adalah pesimisme, ketakutan," ujar Qodari di Harris Suites, Jakarta, Selasa, 3 April 2018.
Qodari mengatakan ada kesamaan isu yang digiring kedua tokoh itu. Salah satunya adalah mempertentangkan kalangan atas dan bawah dengan membahas soal kesenjangan.
Baca juga: Soal Pidato Indonesia Bubar 2030, Prabowo: Ini untuk Kita Waspada
Isu lain yang serupa adalah sorotan terhadap ancaman dari pihak asing ke Indonesia. Trump pernah menyebutkan Amerika berada di bawah ancaman Cina, Islam, hingga imigran Meksiko.
Kedua hal itu, menurut Qodari, laku di masyarakat Amerika sehingga mendongkrak elektabilitas Trump. Jika ketakutan dan pesimisme dikembangkan di dalam negeri, Qodari menyatakan pemilih cenderung memihak Prabowo ketimbang Joko Widodo (Jokowi).
Prabowo pernah menyinggung kemungkinan Indonesia bubar pada 2030. Meski mengacu kepada karangan fiksi ilmiah, Prabowo mengatakan potensi itu tetap ada lantaran elit Indonesia saat ini tak peduli meski 80 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh satu persen rakyat.
Baca juga: Prabowo Subianto: Saya Lihat, Wajah Elit Jakarta Penuh Tipu
Saat berpidato di Gedung Serbaguna Isnata Kana Cikampek, Sabtu, 31 Maret 2018, Prabowo menyatakan tak suka pada elit politik sekarang karena banyak yang menipu. Para elit itu juga dituding menganut paham neoliberalisme di Indonesia.
Qodari menafsirkan pernyataan Prabowo di atas sebagai ajakan untuk memilih dirinya. "Pak Prabowo sedang mengatakan Indonesia ini sekarang dan ke depan tidak akan baik kalau bukan saya yang menjadi memimpin, itu pesannya," kata dia.
Pernyataan-pernyataan Prabowo tersebut langsung menuai kontroversi. Dalam strategi Trump di Pilpres 2016, Qodari mengatakan, semakin kontroversial pernyataannya, semakin bagus dampaknya bagi calon presiden, meski isinya belum tentu benar.
Baca juga: Kata Fadli Zon Soal Kegamangan Prabowo Maju Capres
"Persoalannya di sini bukan benar atau tidak benar, tapi emosi. Orang bukan mengatakan ini benar atau tidak, tapi takut atau tidak. Kalau takut nalurinya ke sana, kalau tidak takut dia tidak akan tergerak," ujar Qodari.
Dia menuturkan, strategi Donald Trump mungkin saja diterapkan di Indonesia karena situasi kedua negara semakin mirip. Salah satunya, penggunaan media sosial yang masif. Layanan itu memegang peran penting dalam strategi ini karena isu-isu seperti kesenjangan dan pesimisme paling mudah menyebar di media sosial.
Alasan lainnya adalah, isu pertentangan yang sudah menjadi persoalan global. Jika di Amerika banyak masyarakat yang takut kepada Islam, Qodari mengatakan masyarakat Indonesia lebih banyak takut dengan orang Barat. "Jadi ini sebenernya saling takut-menakuti. Tinggal siapa yang pakai isu ini," katanya.
Qodari belum memastikan seberapa efektif strategi Donald Trump di Indonesia. Dia mengatakan perlu ada survei lebih mendalam untuk mengetahui hasilnya. "Karena Pak Prabowo kan baru saja meluncurkan jurus ini," katanya.