TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Gerindra Habiburokhman meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak asal memasukan larangan mantan narapidana perkara korupsi menjadi calon anggota legislatif ke dalam Peraturan KPU. "Normalnya kami pandang positif saja. Tapi, buat undang-undangnya dulu," kata Habiburokhman di Jakarta, Sabtu, 31 Maret 2018.
Menurut dia, untuk membuat aturan KPU harus melihat aturan di atasnya. KPU tak bisa menerjemahkan UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu begitu saja. Pasalnya, UU memberi kesempatan narapidana korupsi yang sudah menjalani hukuman lima tahun untuk dipilih. "Asalkan mengumumkan. Jadi, KPU tidak boleh membatasi hak orang yang tidak mengacu pada perundang-undangan."
Baca:
KPU: Bekas Koruptor Dilarang Ikut Pemilu ...
Perludem: Partai Jangan Beri Ruang Bekas ...
Menurut dia, KPU tidak bisa begitu saja mengeluarkan atau memasukan aturan baru tanpa payung hukum. “Harus ada UU dulu. KPU Usulkan saja."
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan rencana pelarangan mantan narapidana koruptor untuk menjadi calon anggota legislatif, jangan hanya sebagai tipu muslihat atau pencitraan Komisi Pemilihan Umum belaka. Rencana itu mesti diperjuangkan total agar menjadi kebijakan yang nyata. "Itu aturan yang sangat progresif, positif."
Perludem mendukung KPU sebagai regulator pemilu yang menjalankan secara konsisten tujuan dari pemilu sebagaimana disebut dalam pasal 4 Undang Undang Pemilu untuk mewujudkan pemilu yang demokratis dan berintegritas.
Baca:
KPU Kaji Kemungkinan Diskualifikasi Calon ...
KPU Usulkan Calon Kepala Daerah Bermasalah ...
Pemilu yang demokratis dan berintegritas, kata Titi, bukan hanya pada penyelenggaranya dan proses penyelenggaraannya saja. Namun, KPU juga mesti konsisten menjaga mandat untuk membuat aturan yang demokratis dan berintegritas untuk menghasilkan produk pemilu yang bermutu.
"Kami harap KPU betul-betul berkomitmen untuk membuat aturan ini." Menurut Titi, rencana melarang mantan narapidana korupsi tidak bertentangan dengan undang-undang atau konstitusi di negara ini. Rencana itu, kata dia, merupakan wujud komitmen untuk menjaga pemilu berintegritas terhadap penyelenggaraan pemilu dari hulu ke hilir.
Menurut Titi, KPU tidak akan menabrak aturan jika berpegangan untuk mewujudkan pemilu yang demokratis dan berintegritas. Menambahkan pasal larangan untuk bekas napi korupsi tidak menyalahi aturan dan calon harus setia kepada Pancasila dan UU.” Apa mungkin kita meyakini orang yang korupsi setia terhadap nilai Pancasila dan UU."
Larangan itu bertentangan atau tidak dengan UU, kata Titi, jika aturan itu direalisasikan. "Ini soal bagaimana regulator pemilu konsisten dalam mengatur pengyelenggaraan pemilu yang demokratis."