TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin, mengatakan calon kepala daerah yang diduga tersangkut korupsi perlu diganti. "Terutama yang terjaring OTT (operasi tangkap tangan) KPK," katanya di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, di Jakarta, Minggu, 25 Maret 2018. Dalam riwayatnya, ujar dia, orang yang terjaring OTT pasti berakhir di penjara.
Usep mengakui Undang-Undang Pilkada memang belum memiliki mekanisme penggantian calon kepala daerah yang tersangkut korupsi. Padahal kasus korupsi sudah menjerat calon kepala daerah sejak pilkada 2015. "Peraturan ini dibuat tergesa-gesa," katanya.
Baca:
KPK Bisa Berperan Menjaring Calon Kepala...
Pekan Ini, KPK Umumkan Calon Kepala Daerah...
Untuk mengadopsi mekanisme penggantian calon, pemerintah sebenarnya tidak perlu merevisi Undang-Undang Pilkada. Pemerintah, menurut Usep, dapat mengganti calon dengan merevisi peraturan KPU.
Dalam peraturan KPU, kata dia, penggantian calon dapat dilakukan dengan alasan calon berhalangan tetap. Namun, untuk itu, KPU perlu memperluas definisi berhalangan tetap. "KPU bisa menambahkan pengertian berhalangan tetap. Salah satunya karena tertangkap OTT KPK."
Baca juga: KPU Dukung KPK Umumkan Calon Kepala...
KPK menangkap tangan calon Bupati Jombang, Nyono Suharli; calon Gubernur Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae; calon Gubernur Lampung, Mustafa; dan calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun. Yang paling anyar adalah penetapan dua calon Wali Kota Malang, yaitu Mochamad Anton dan Ya’qud Ananda Gudban sebagai tersangka korupsi pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.
Selain merevisi peraturan, KPU dianggap perlu merevisi aturan tentang pencabutan dukungan partai terhadap calon kepala daerah. Dengan begitu, partai dapat mencabut dukungannya terhadap calon kepala daerah tanpa terkena sanksi. "Saat revisi itu diajukan ke Komisi II DPR, kita bisa lihat bagaimana komitmen partai dalam pemberantasan korupsi," ujar Usep.