TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengibaratkan jika Prabowo Subianto berpasangan dengan Gatot Nurmantyo dalam Pemilihan Presiden 2019 seperti memancing di kolam yang sama.
"Jadi tidak ada tambahan suara kalau Gatot menjadi cawapres untuk Prabowo," ujar Djayadi saat dihubungi Tempo pada Senin, 19 Maret 2018.
Baca: Masuk Radar Gerindra, Gatot Nurmantyo Sudah Bertemu Prabowo
Sebab, kata Djayadi, latar belakang antara Prabowo dan Gatot sama-sama dari militer, sehingga suara Gatot tidak akan mendongkrak suara Prabowo yang masih kalah unggul dari Joko Widodo sebagai calon presiden petahana.
Gatot Nurmantyo masuk daftar 15 nama calon wakil presiden yang tengah digodok oleh Partai Gerindra untuk mendampingi Prabowo Subianto. Selain Gatot, ada nama Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Sohibul Iman, mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.
Baca: Nama-nama ini Dibahas Gerindra untuk Jadi Cawapres Prabowo
Untuk bisa menang dalam pilpres 2019, kata Djayadi, Prabowo harus mencari figur yang mampu mencuri suara Jokowi. Diantara nama yang sudah dimunculkan, menurut dia, hanya Mahfud MD yang bisa merebut suara Jokowi lantaran Mahfud memiliki suara pemilih Nahdlatul Ulama. "Mahfud MD punya pemilih yang juga memilih Jokowi," ujarnya.
Sedangkan, Zulkifli Hasan, Sohibul Iman, Rizal Ramli, Tuan Guru Bajang, menurut Djayadi, tidak akan mendongkrak suara Prabowo. Alasannya, kecederungan pemilih dari nama-nama tersebut memang tidak akan memilih Jokowi. "Jadi tidak akan juga mampu menaikan suara Prabowo," ujarnya.
Menurut Djayadi, cawapres untuk Prabowo harus bisa mempertahankan perolehan suara Prabowo saat pilpres 2014. Sementara itu, kata dia, banyak suara Prabowo di 2014 yang berpindah ke Jokowi. Contohnya di Jawa Barat, Prabowo tidak lagi mengungguli Jokowi.