TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan hakim PN Tangerang, Wahyu Widya Nurfitri dan panitera pengganti yakni Tuti Atika sebagai tersangka dugaan penerimaan suap. Dalam kasus yang sama, KPK juga menetapkan dua pengacara yaitu Agus Wiratno dan HM Saipudin sebagai tersangka.
“Terjadi pemberian sejumlah uang kepada hakim melalui panitera yang sedang menangani kasus perdata. Uang diberikan agar kasusnya dimenangkan,” kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan di kantornya, Selasa 13 Maret 2018.
Baca: KPK Tetapkan Hakim dan Panitera PN Tangerang sebagai Tersangka
Wahyu diduga menerima suap sebesar Rp 30 juta. Uang itu diduga diberikan sebagai imbalan untuk pengurusan gugatan perkara wanprestasi di PN Tangerang. Dengan pemberian uang itu, penyuap berharap putusan hakim berubah dan pengacara memenangkan gugatannya.
Awalnya Tuti diduga menyampaikan informasi kepada Agus bahwa hakim berencana mengambil putusan ‘menolak gugatan’. Mengetahui hal tersebut, pada 7 Maret 2018, Agus memberikan uang Rp 7,5 juta kepada Wahyu melalui perantara Tuti sebagai hadiah. Namun Wahyu menilai jumlah uang tersebut kurang, sehingga disepakati menjadi Rp 30 juta.
Pada, Senin, 12 Maret 2018, Agus menyerahkan Rp 22,5 juta ke Tuti di PN Tangerang. Setelah penyerahan uang tersebut, tim KPK langsung menangkap Agus di parkiran PN Tangerang. Kemudian tim KPK membawa Agus ke ruangan Tuti. Selanjutnya, Tuti dan tiga pegawai PN Tangerang lainnya, dibawa ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan awal.
Baca: Kata Ketua KY, Hakim PN Tangerang sudah Lama Masuk Radar KPK
Setelah itu, tim KPK bergerak ke kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menciduk HM Saipudin di kantornya pada pukul 20.00. Di hari yang sama, KPK menangkap Wahyu yang baru kembali dari Semarang, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Atas perbuatannya, Wahyu sebagai penerima disangkakan dengan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, pihak pemberi yakni AGS dan HMS disangkakan dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.