TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial (KY) angkat bicara menanggapi tertangkapnya hakim dan panitera Pengadilan Negeri Tangerang dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juru bicara KY, Farid Wajdi, mengatakan pihaknya kecewa dengan Mahkamah Agung (MA) karena rekomendasi mereka sebelumnya terkait dengan hakim bermasalah tidak digubris.
"Sedari awal kami ingatkan jika sebagian besar rekomendasi KY tidak dijalankan oleh MA," kata Farid, Selasa, 13 Maret 2018.
Baca: PN Tangerang Membenarkan Hakim dan Panitera Kena OTT KPK
Ia khawatir, apabila rekomendasi KY ihwal hakim yang bermasalah tidak ditindaklanjuti, korupsi di tubuh lembaga hukum Indonesia akan terus ada.
Pada Senin, 12 Maret 2018, KPK menangkap hakim dan panitera PN Tangerang dalam OTT. Dalam OTT itu, lembaga antirasuah menangkap tujuh orang. "Unsur dari tujuh orang itu ada hakim, panitera, penasihat hukum, dan swasta," kata juru bicara KPK, Febri Diasnyah, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 12 Maret 2018.
Penangkapan itu, menurut Farid, adalah pukulan telak bagi dunia peradilan. Sepanjang 2017, KY merekomendasikan 58 orang hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sayangnya, kata dia, tidak semua rekomendasi itu langsung ditindaklanjuti.
Baca: OTT di PN Tangerang, KPK juga Tangkap Seorang Hakim
Sejak 2009 hingga sekarang, kasus suap di lembaga peradilan cukup mendominasi. Farid menjelaskan, dari 49 sidang Majelis Kehormatan Hakim yang telah dilaksanakan, 22 laporan di antaranya kasus suap dan gratifikasi. Dari data itu, kata dia, ada 44,9 persen terindikasi korupsi. “Praktik suap dan isu jual-beli perkara ini juga selalu menghiasi sidang MKH pada setiap tahunnya,” kata Farid.
Ia juga menambahkan, terdapat 28 orang di lingkungan peradilan yang terjerat penangkapan KPK sejak 2012 hingga sekarang. Dari 28 orang itu, 17 orang ialah hakim, sedangkan sembilan orang merupakan panitera pegawai pengadilan.