TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan akan serius dalam menelusuri dan memeriksa latar belakang atau rekam jejak 13 calon deputi penindakan dan direktur penyidikan yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan lembaganya memastikan sosok yang terpilih memiliki integritas tinggi sesuai dengan risiko jabatannya.
“Tujuannya agar yang terpilih nanti dapat bekerja secara maksimal dan bisa menunjukkan sikap yang clear tentang antikorupsi, karena ada adagium bahwa bekerja di lembaga antikorupsi harus whiter than white," kata Febri di Jakarta, Ahad, 11 Maret 2018.
Baca: Jabatan Deputi Penindakan KPK Dilelang, Tengok Proses Seleksinya
Kepolisian mengirim tiga nama sebagai calon Deputi Penindakan KPK, yaitu Brigadir Jenderal Toni Harmanto, Brigjen Firli, dan Brigjen Abdul Hasyim Gani. Sedangkan untuk calon Direktur Penyidikan KPK, tiga nama yang diusung adalah Komisaris Besar Edy Supriyadi, Kombes Andy Hartoyo, dan Kombes Djoko Poerwanto.
Kejaksaan mengirim tujuh nama untuk mengisi jabatan deputi penindakan, yaitu Feri Wibisono, Fadil Zumhana, Heffinur, Wisnu Baroto, Oktovianus, Tua Rinkes Silalahi, dan Witono.
“KPK terbuka dengan masukan masyarakat terhadap calon, sebagai bagian dari peran memperkuat upaya pemberantasan korupsi ke depan karena dua posisi yang akan diseleksi ini merupakan jabatan yang sangat penting bagi ikhtiar pemberantasan korupsi ke depan," kata Febri.
Baca: KPK: Novel Baswedan Tidak Ikut Seleksi Calon Deputi Penindakan
Dia juga memaparkan, para calon akan menjalani tiga tahap seleksi. Tes potensi terdiri atas uji psikologi, kemampuan bahasa Inggris, dan kesehatan. Seleksi kompetensi akan serupa dengan uji psikologi, namun dengan tingkat lebih kompleks karena bertujuan melihat kompetensi teknis tiap calon. Sedangkan tes terakhir adalah seleksi wawancara. “Bisa saja tidak ada yang lulus semua,” kata Febri.
Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menyatakan sikap terbuka KPK terhadap proses seleksi deputi penindakan dan direktur penyidikan masih tak jelas. Menurut dia, hingga saat ini KPK belum memberikan ruang nyata kepada kelompok masyarakat untuk terlibat dalam penelusuran rekam jejak para calon. Dia menilai masih ada penolakan di lingkup internal lembaga antirasuah ini terhadap peran masyarakat.
Menurut Julius, ide awal berdirinya KPK adalah upaya menciptakan proses hukum yang bersih dari korupsi. Dengan demikian, sangat janggal jika posisi pimpinan atau posisi strategis di tubuh KPK, terutama penindakan, diisi pejabat dari kepolisian, kejaksaan, atau kehakiman. “Mereka yang ingin dibersihkan, kok. Selama ini juga jelas kalau keberadaan pejabat yang rentan konflik kepentingan justru mendatangkan masalah buat KPK,” kata dia.
Julius mengatakan PBHI bersama anggota koalisi masyarakat sipil antikorupsi lainnya mulai mengumpulkan data dan informasi tentang 13 nama calon. Meski begitu, koalisi masih berharap KPK membentuk panitia seleksi independen yang menjamin integritas calon terpilih. “Seleksi Indonesia Memanggil (rekrutmen staf di KPK) saja pakai pihak ketiga, masak pejabat tinggi justru takut terbuka,” ujar dia.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan tujuh nama yang diusulkan adalah sosok jaksa yang profesional dan berintegritas. Menurut dia, mereka adalah jaksa dengan pengalaman penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan upaya hukum lainnya. Bahkan, secara karier, dia memastikan seluruh nama calon itu pernah menjabat kepala kejaksaan tinggi.
“Siapa pun yang kami kirim ke sana itu sudah kami jamin profesionalitasnya," kata Prasetyo. “Kami sangat lengkap, seluruh tahapan proses hukum jaksa kuasai.”
Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syafruddin juga mengatakan seluruh nama yang diajukan ke KPK memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang investigasi dan kasus korupsi. "Mereka pernah mengikuti pendidikan antikorupsi dan punya banyak predikat," kata dia. "Tapi itu terserah (KPK), mau dipakai mau tidak.”
MAYA AYU l AJI NUGROHO