TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi disebut tengah menyelidiki sebuah kasus korupsi yang disebut lebih besar daripada kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Hal tersebut sempat disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif pada Kamis, 8 Maret 2018.
"Iya ada juga (kasus) yang canggih kayak e-KTP. Saat ini lagi disidik. Kasusnya sama besarnya atau mungkin lebih (dari e-KTP)," kata Laode. Namun berkaitan dengan hal tersebut, Juru bicara KPK Febri Diansyah masih belum mau membeberkan informasi mengenai kasus yang dimaksud. Namun ia menyampaikan ciri-ciri kasus yang memiliki modus secanggih e-KTP itu.
Febri mengatakan kasus korupsi itu bersifat lintas negara dan transaksi antarpelaku menggunakan kode tidak biasa. Ciri tersebut mirip dengan kasus e-KTP.
Baca: KPK: Beregenerasi, Koruptor Muda Produk Era Reformasi
"Modusnya itu transnasional, menggunakan penggabungan sistem perbankan dengan sistem konvensional dan transaksinya dibuat menggunakan kamuflase atau kode-kode yang tidak bisa dibaca secara biasa," ucap Febri saat ditemui di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Jumat, 9 Maret 2018.
Febri berujar, kasus e-KTP memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi. Penyidik harus membongkar setiap lapisan transaksi e-KTP yang sifatnya transnasional.
Baca: Penjelasan Agus Rahardjo soal 90 Peserta Pilkada Jadi Tersangka
Hal itu juga ditemukan dalam kasus yang saat ini sedang ditangani KPK tersebut. "Ada kasus lain yang juga memiliki karakter pembuktian yang berbeda, ini (kasus sebesar e-KTP) cukup rumit," kata Febri.
Adapun yang dimaksud transnasional itu, kata Febri, adalah pelaku melakukan korupsi dengan bertindak di luar negeri lalu uangnya disimpan di negara lain atau pelakunya ada di Indonesia tapi uangnya dibawa ke luar negeri.