TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sigit Pamungkas mengatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla tak bisa lagi maju sebagai calon wakil presiden dalam pemilihan umum 2019. Aturan yang berlaku tak memungkinkan dia kembali mencalonkan diri.
Aturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Di dalamnya terdapat Pasal 169 Huruf N yang menjelaskan syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden yaitu, belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali dalam masa jabatan yang sama.
Baca juga: Jusuf Kalla Prediksi Komposisi Pilpres 2019 Nasionalis-Agamis
"Dalam penjelasan terkait dengan pasal tersebut, dinyatakan bahwa yang bersangkutan tidak menjabat dalam jabatan yang sama selama dua periode, baik berturut turut maupun tidak berturut-turut," kata Sigit ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 26 Februari 2018.
Merujuk aturan itu, Sigit mengatakan kemungkinan Jusuf Kalla maju kembali sebagai calon wakil presiden sudah tertutup. "Dalam kaitannya dengan Pak Jusuf Kalla, sudah jelas yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat untuk diajukan dalam jabatan yang sama. Nanti KPU akan mencoret yang bersangkutan jika diajukan sebagai cawapres," ujarnya.
Jusuf Kalla dilirik PDI Perjuangan sebagai calon wakil presiden untuk kembali mendampingi Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019. Partai itu sedang mengkaji kemungkinan Jusuf Kalla maju kembali.
Baca juga: Diusulkan Cawapres 2019, Jusuf Kalla: Saya Tidak Bisa Maju Lagi
Ketua Dewan Pimpinan Pusat nonaktif PDIP, Puan Maharani, mengatakan pihaknya masih mengkaji Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. “Ini kan menjadi satu kajian karena kalau UU Pemilu yang juga menjadi pembahasan KPU walau sudah ada hitam di atas putih, implementasinya berubah-ubah,” kata Puan seusai penutupan Rapat Kerja Nasional III PDIP di Inna Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, Ahad, 25 Februari 2018. “Kita lihat nanti di Komisi II dan Mahkamah Konstitusi.”
Sigit Pamungkas mengatakan, masyarakat seharusnya tak perlu lagi meminta tafsir dari Mahkamah Konstitusi karena aturan yang ada sudah jelas. Dia mengatakan, lembaga itu bahkan pernah memyatakan tafsir tentang masa jabatan pemimpin daerah. "Tidak boleh menjabat lebih dari dua periode, baik berturut-turut atau tidak," kata dia.