TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto menjelaskan maksud pesannya kepada mantan Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Agun Gunandjar Sudarsa. Dalam pesannya, Setya meminta agar pembahasan proyek e-KTP berjalan sesuai prosedur dan undang-undang yang berlaku.
"Kalau memang itu (pembahasan e-KTP) sudah melalui prosedur yang benar, ya ikuti. Jadi maksudnya itu cawe-cawe (ikut campur) jangan sampai salah," kata Setya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Februari 2018.
Baca juga: Ini Rentetan Peristiwa yang Terjadi setelah Setya Novanto Ditahan
Sebelumnya, dalam sidang pada Senin, 12 Februari 2018, Agun mengaku pernah mendapat pesan dari Setya tentang proyek pengadaan e-KTP. Setya meminta Agun tak ikut campur dalam proyek itu.
"Soal e-KTP beliau (Setya) berpesan jangan cawe-cawe (ikut campur). Jangan anggota DPR ikut terlibat supaya proyek ini sukses," kata Agun saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 12 Februari 2018.
Agun tidak memaparkan maksud pesan Setya. Namun, ia mengartikannya agar kader Golkar di komisi II DPR tidak bertindak di luar fungsi pengawasan, seperti memihak, dan melanggar aturan.
Menurut Agun, mantan ketua DPR itu memintanya untuk tetap mengontrol dan mengawasi proyek e-KTP. Saat proyek berlangsung, Setya berpesan dalam kapasitasnya sebagai ketua fraksi Partai Golkar di DPR.
Setya, kata Agun, tidak pernah memintanya memberikan hasil kerja kader Golkar ke Komisi II DPR. Ia mengklaim berinisiatif melaporkan semua temuan, baik pelaksanaan ataupun anggaran sehubungan dengan proyek e-KTP. Temuan yang dilaporkan adalah semua hasil kerja, tak hanya soal e-KTP. "Dia (Setya) mengapresiasi. Terima kasih, bagus Komisi Dua sekarang lebih efektif dan produktif," ujar Agun menirukan ucapan Setya waktu itu.
Setya didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek E-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima imbalan sebesar US$7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.