TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengkritik pengesahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Beleid tersebut dianggap membawa Indonesia kembali ke era kegelapan demokrasi.
Dengan disahkannya UU MD3 itu, Dahnil menganggap para anggota DPR saat ini haus kekuasaan. "Bahkan mau mempersulit proses hukum dan memperoleh kekebalan hukum, dan antikritik," tutur Dahnil dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 13 Februari 2018.
Baca juga: NasDem dan PPP Menuding Pembahasan Revisi UU MD3 Tak Transparan
Kemarin, DPR mengesahkan revisi UU MD3 meski banyak memuat pasal kontroversial. Undang-undang yang disahkan dalam rapat paripurna DPR, kemarin sore, itu dinilai telah menerabas konstitusi dan ketatanegaraan.
Menurut Dahnil, DPR dan partai politik kehilangan otoritas moral untuk bicara soal demokrasi dan hak sipil untuk berpendapat. "Karena mereka secara berjemaah membunuh demokrasi yang dibangun sejak reformasi lalu," ujarnya.
Dahnil mengkritik tambahan pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi, tambahan pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kepada siapa pun yang merendahkan DPR dan anggota DPR, serta tambahan pasal 245 pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD.
Wakil Ketua Badan Legislatif DPR Firman Soebagyo berdalih pasal-pasal baru itu diperlukan untuk menjalankan tugas pengawasan. "Itu semua hak anggota DPR," ucapnya.
Dahnil mengimbau para kader Muhammadiyah tidak memilih partai-partai yang menyetujui UU MD3. "Saya akan memerintahkan semua kader Pemuda Muhammadiyah tidak memilih partai politik yang telah menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi," katanya.