TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Zumi Zola, Muhammad Farizi akan mengungkap kronologi kedatangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi Jambi dan anggota DPRD Jambi pada Selasa, 28 November 2017.
Dalam OTT itu, KPK mencokok empat orang anggota DPRD Jambi atas dugaan melakukan suap terkait dengan pembahasan dan proses Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2018 Pemerintah Provinsi Jambi. Kasus tersebut juga menyeret nama Gubernur Jambi Zumi Zola.
Baca: Jadi Tersangka, Zumi Zola: Saya Tetap Jalankan Tugas Gubernur
"Nanti kami akan ungkapkan kronologis proses, dari kehadiran KPK di Jambi yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT)," kata Farizi saat dihubungi Tempo, Jumat, 9 Februari 2018.
KPK juga telah menetapkan Gubernur Jambi Zumi Zola sebagai tersangka atas dugaan penerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun waktu sebagai gubernur 2016-2021 sebesar Rp 6 miliar. Penetapan Zumi sebagai tersangka pada Jumat, 2 Februari 2018, merupakan hasil pengembangan kasus suap RAPBN Jambi 2018 itu.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, KPK beberapa kali memanggil Zumi untuk dimintai keterangan. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Zumi belum menerima panggilan dari KPK. Menurut Farizi, kliennya tetap menjalankan tugasnya sebagai Gubernur Jambi meski berstatus sebagai tersangka.
Baca: KPK Segera Menahan Gubernur Jambi Zumi Zola
Farizi menuturkan Zumi sebelumnya sempat bertanya kepadanya apakah harus mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Dia pun mengaku, menyarankan kepada Zumi tidak mengundurkan diri. Sebab, kata dia, secara hukum tidak ada ketentuan tersangka yang akan diperiksa KPK harus mengundurkan diri.
"Karena yang disangkakan bukan masalah dengan OTT, sangkaan itu terkait pasal 12B UU Tipikor, jadi kami menasihatkan kepada Beliau agar tetap menjalankan tugasnya sebagai gubernur," kata Farizi.
Zumi Zola dijerat Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.