TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mengandalkan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya untuk mencari pelaku penyiraman air keras ke penyidik senior KPK Novel Baswedan. Sebab, kewenangan menuntaskan kasus Novel ada di tangan kepolisian, bukan KPK.
"KPK sendiri kan tidak berwenang untuk menangani ini. Jadi yang bisa kita lakukan saat ini adalah koordinasi dengan pihak Polda," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin, 22 Januari 2018.
Baca juga: Saksi Kasus Novel Baswedan: Ketum Pemuda Muhammadiyah Beri Video
Febri memaparkan, pimpinan KPK masih berkoordinasi dengan Polda. KPK, kata Febri, akan mendukung Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi, bila pemerintah ingin membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF).
"Kami akan berikan support sesuai dengan kewenangan KPK," ujar Febri.
Beberapa mantan pimpinan KPK dan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Peduli KPK terus mendesak pemerintah membentuk TGPF. Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo masih mempertanyakan efektivitas TGPF.
Pada Desember 2017, Agus tak menyatakan secara tegas bahwa TGPF tak diperlukan. Ia mendorong kepolisian menyelesaikan kasus Novel.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama Satrya Langkun, berpendapat pengusutan kasus Novel tidak hanya ditanggung oleh pemerintah. KPK tak bisa melepas tanggung jawab dan menyerahkan perkara tersebut sepenuhnya ke kepolisian. Keduanya harus bekerja keras dengan sungguh-sungguh.
Tama menganggap insiden penyiraman Novel terjadi lantaran KPK tak menggubris dua teror sebelumnya yang dialami Novel. Dua teror itu berupa ancaman telepon dan seseorang tak dikenal menabrak motor yang dikendarai Novel.
KPK, lanjut Tama, tak boleh menyepelekan insiden kecil. Justru komisi antirasuah itu seharusnya menyelesaikan ancaman terhadap Novel.
"Jadi ancaman-ancaman kecil seolah-olah dibiarkan saja sehingga eskalasi makin besar," ujar Tama, Selasa, 16 Januari 2018.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis mengungkap dua sketsa terduga pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Idham berujar sketsa dibuat setelah polisi memeriksa 66 saksi.
Idham mengatakan penyidik memperoleh detail sketsa tersebut dari dua saksi dengan inisial S dan SN. Selain itu, hasil temuan ini berkat kerja sama Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System Kepolisian RI dengan Australian Federal Police dalam menyelidiki sejumlah kamera CCTV di tempat kejadian perkara kasus Novel Baswedan.