TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah menilai keputusan Mahkamah Konstitusi ihwal presidential threshold menutup peluang adanya calon presiden alternatif. Kandidat yang memiliki kualitas sebagai pemimpin tidak dapat maju sebagai calon presiden atau wakil presiden karena terhambat tidak memiliki cukup kursi atau suara partai dalam pemilihan presiden 2019.
"Dengan putusan MK ini, capres maksimal hanya bisa empat pasang. Padahal seharusnya punya kesempatan sepuluh lebih calon," kata Fahri, di Jakarta, Kamis, 11 Januari 2018. "Agar masyarakat punya banyak pilihan siapa pemimpinnya di masa datang."
Baca juga: Tak Setuju Presidential Threshold 0%, JK: Agar Berkualitas
Adapun politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto, menilai putusan MK yang menolak permohonan uji materi ambang batas pencalonan presiden sebagai putusan yang dibuat sesuai dengan selera partai penguasa saat ini.
"Saya kira MK tidak akan mampu membuat keputusan di luar kehendak partai penguasa," kata Yandri, dalam sebuah acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, pada Kamis.
Siang ini, MK menolak permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal ini mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam pemilihan umum.
Baca juga: Presidential Threshold 20 Persen, Pengamat: Jokowi Tidak Pede
Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Beleid ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu 2014 untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
Dengan putusan MK yang menolak uji materi terhadap undang-undang tersebut, pilpres 2019 tetap mensyaratkan 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu 2019.