TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memprioritaskan skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk dituntaskan tahun ini. Dalam pengembangannya, komisi antirasuah telah menetapkan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004 Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka.
KPK menduga adanya penyimpangan penerbitan surat keterangan lunas dari BPPN kepada salah satu obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pemanggilan paksa terhadap Sjamsul dan istrinya belum dapat dilakukan. Sebab, status keduanya masih saksi.
Baca: Resolusi Tuntaskan Kasus BLBI, Ini Langkah yang Dilakukan KPK
Selain itu, ada kendala dua yurisdiksi yang berbeda lantaran Sjamsul dan istrinya diketahui bertempat tinggal di Singapura. "Belum bisa kami panggil sampai saat ini karena ada dua yurisdiksi yang berbeda dan status masih saksi," ucap Febri di gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa, 2 Januari 2018.
Hingga saat ini, KPK telah bekerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura dan otoritas Singapura. Karena tak bisa memanggil paksa Sjamsul dan istrinya, KPK memaksimalkan koordinasi dengan rekanannya di Singapura.
Baca: KPK Dalami Pengetahuan Boediono Soal Penerbitan SKL BLBI
Tak hanya itu, KPK juga menelusuri aset di Indonesia yang berkaitan dengan implementasi kebijakan BLBI. "Khususnya untuk SKL salah satu obligor dan aset-aset yang punya hubungan langsung dengan pengembalian kerugian keuangan negara," ujar Febri.
KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sjamsul dan istrinya sebagai saksi dalam kasus BLBI. Pemeriksaan itu dalam rangka menggali informasi untuk tersangka mantan Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad. Namun Sjamsul tak pernah hadir dan tiga kali mangkir dari panggilan KPK.