TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menjawab tudingan pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail yang mengatakan belum ada dokter KPK yang memeriksa kesehatan kliennya sebelum sidang perdana pokok perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Rabu, 13 Desember 2017 lalu.
"Sejak di RSCM sudah dilakukan pemeriksaan. Hasilnya sudah clear Setya Novanto tidak perlu rawat inap dan sehat untuk dihadirkan dalam pemeriksaan hukum," kata Febri saat dihubungi Tempo, Ahad, 17 Desember 2017.
Baca juga: Maqdir Ismail: Setya Novanto Keluhkan Sakit Perut dan Jantung
Sabtu lalu, Maqdir mengatakan kondisi kliennya belum benar-benar pulih untuk dihadirkan dalam persidangan. Dalam persidangan tersebut, Setya mengaku diare sehingga harus bolak-balik toilet 20 kali. Selain itu, Maqdir mengatakan Setya Novanto juga mengeluhkan sakit jantung. Maqdir mengklaim belum ada dokter yang mengecek kesehatan Setya. Padahal, jantung Setya harus diperiksa di bulan ini.
Maqdir berujar sakit jantung itu kembali dirasakan kliennya persis sejak penyidik KPK membawa Setya dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo ke gedung KPK pada Ahad malam, 19 November 2017 untuk kemudian ditempatkan di Rumah Tahanan kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan.
Menanggapi hal tersebut, Febri mengatakan bahwa seluruh pemeriksaan untuk Setya Novanto telah dilakukan. Menurutnya, alasan-alasan sakit dari Setya untuk menghindari persidangan tidak akan bisa digunakan. "Jika masih ada alasan sakit yang digunakan dengan harapan persidangan akan tertunda. Saya kira hal itu tidak akan terjadi," katanya.
Febri kemudian menyarankan Setya untuk melapor ke dokter piket KPK jika kembali sakit. Nantinya, dokter akan menindaklanjuti laporan tersebut. "Sepanjang sakitnya benar tentu akan diberikan tindakan sesuai diagnosa," katanya.
Setya Novanto ditahan karena diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Setya Novanto didakwa menerima uang US$ 7,3 juta dari proyek tersebut. Uang itu diduga diberikan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Made Oka Masagung secara bertahap.