TEMPO.CO, Jakarta – Elektabilitas Partai Golkar kembali merosot. Berdasarkan survei terbaru Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) pada Ahad, 3 Desember 2017, elektabilitas Partai Golkar terpuruk di angka 7,3 persen.
Musyawarah nasional luar biasa Golkar pun dianggap satu-satunya cara untuk meningkatkan elektabilitas partai menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2018 dan pemilihan presiden (pilpres) 2019. Angka tersebut membuat Ketua Badan Pemenangan Pemilu I Partai Golkar Nusron Wahid khawatir.
Baca: 3 Alasan Kebatinan Golkar Ingin Munaslub Usai Praperadilan Setnov
"Kami melakukan kajian internal, asumsi terburuk sebelum terjadi kecelakaan Setya Novanto adalah 7 persen. Setelah kecelakaan bisa berkurang 3 persen menjadi tersisa 4 persen saja,” kata Nusron saat berkunjung ke kantor Tempo pada Selasa, 5 Desember 2017.
Nusron tak memungkiri persoalan hukum yang menjerat Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar menjadi salah satu penyebab terpuruknya elektabilitas Golkar. “Jadi, kalau ada pergantian pimpinan, minimal bisa bertambah menjelang pemilu yang semakin dekat ini,” ujarnya.
Baca: Aburizal bakrie Bantah Mendukung Munaslub Golkar
Ia mencontohkan pilpres 2014 ketika terjadi perpecahan di tubuh partai berlambang pohon beringin itu. Kala itu, elektabilitas Golkar juga terpuruk di angka 7 persen. “Namun, ketika ada munaslub, menjadi naik. Kemudian semakin meningkat tajam hingga 16,8 persen setelah mengusung Jokowi sebagai capres ketika itu,” tutur Nusron.
Untuk kali ini, Nusron yakin munaslub akan kembali mendongkrak elektabilitas Golkar. Terlebih, Golkar sudah mendeklarasikan dukungannya untuk kembali mendukung Jokowi dalam pilpres 2019.
Munaslub Golkar akan dilaksanakan pada 15-17 Desember 2017. Ada beberapa nama yang mencuat sebagai calon pengganti Ketua Umum Golkar. Namun Airlangga Hartarto disebut sebagai kandidat terkuat yang telah mengantongi 31 dapil Golkar.