TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra)merilis survei elektabilitas partai politik menjelang pemilihan umum 2019. Ketua Umum Orkestra, Poempida Hidayatulloh, mengatakan pengaruh Gerindra sebagai partai oposisi yang kritis terhadap kebijakan pemerintah membuat elektabilitas partai tersebut mampu menyalip pemenang pemilu pada 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Isu mengenai UU Ormas cukup menggerus suara PDIP dan melambungkan partai Gerindra. Ditambah dengan Pilkada DKI dengan rentetan isu penting tentang kepemimpinan muslim cukup merebut simpati publik yang mayoritas muslim,” kata Poempida di Restoran Gado-Gado Boplo, Jakarta Pusat, Ahad, 3 Desember 2017.
Baca: Survei Orkestra: Elektabilitas Partai Gerindra Salip PDIP
Berdasarkan hasil survei Orkestra dengan 1.300 responden, elektabilitas Gerindra menempati posisi teratas dengan tingkat keterpilihan sebesar 15,2 persen. PDIP di urutan kedua dengan elektabilitas 12,5 persen, Partai Demokrat dengan elektabilitas 7,4 persen, dan Partai Golkar sebesar 7,3 persen.
Dominasi partai besar itu diikuti elektabilitas PKS sebesar 5,8 persen, PKB 5,4 persen, PPP dengan 3,4 persen, PAN dengan 3,3 persen, Partai NasDem dengan 3,3 persen dan Hanura dengan 2,4 persen. Partai baru Perindo dan PSI memiliki elektabilitas masing-masing 2,9 persen dan 2,0 persen. PKPI dan PBB mengikuti dengan elektabilitas 1,8 persen dan 1,6 persen.
English version: PDIP Not Worried Losing Muslim Voters for Supporting UU Ormas
Direktur Polcomm Institute, Heri Budianto, mengatakan ketidakpuasan publik terhadap janji politik Presiden Joko Widodo berpotensi menggerus suara PDIP. Ditambah lagi, kata dia, suara PDIP bisa terus tergerus pasca-pilkada DKI Jakarta. “Pada 2019 lebih krusial lagi,” ujarnya.
Baca: Survei Orkestra: Prabowo Pesaing Terkuat Jokowi di Pilpres 2019
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menambahkan, meskipun unggul dalam survei, Gerindra belum tentu memenangkan pemilu. Sebabnya, kata dia, masih terdapat sekitar 25,6 persen suara mengambang. “Ini yang diperebutkan,” kata Emrus.
Di sisi lain, kata dia, Gerindra berpotensi memenangkan pemilu dengan berkaca pada pengalaman PDIP yang menjadi partai oposisi selama 10 tahun pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Gerindra tidak mau masuk pemerintahan, tapi dia mengontrol pemerintahan. Itu yang dilakukan PDIP saat pemerintah SBY,” ujar Emrus.