TEMPO.CO, Jakarta– Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo mengatakan saat ini banyak anggota Dewan yang membangun relasi dengan konstituen dengan cara memberikan berbagai dana bantuan. Menurut Adnan, dana bantuan tersebut seringkali dikeluarkan lewat kantong pribadi anggota Dewan.
“Kalau bantuannya dari kantong pribadi anggota Dewan supaya nanti ketika maju terpilih lagi, kan gitu. Karena dari kantong pribadi, maka cari-cari dari tempat yang memungkinkan (dengan memainkan anggaran),” kata Adnan saat Tempo pada Kamis, 30 November 2017.
Baca: Ada Kode Undangan di Kasus Suap Pejabat dan DPRD Jambi
Hal tersebut disampaikan Adnan menanggapi adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan di Provinsi Jambi. Operasi tersebut diduga terkait adanya tindak pidana korupsi, yakni suap yang melibatkan anggota DPRD dan beberapa birokrat di Provinsi Jambi. Selain itu, dalam operasi tersebut KPK menyita uang sebanyak Rp 4,7 miliar.
Kasus suap tersebut dilakukan supaya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi meloloskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi tahun anggaran 2018 senilai Rp 4,5 triliun. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. “Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup, kami tingkatkan jadi penyidikan,” kata Basaria di Gedung KPK kemarin.
Baca: Ketua DPRD Jambi Yakin Tak Semua Anggota Kecipratan Duit Suap
Menurut Adnan, kasus suap yang dilakukan antara anggota legislatif dengan eksekutif tersebut merupakan bagian dari praktik mencari rente. Praktik ini, kata Adnan, merupakan praktik yang jamak dilakukan dalam konteks desentralisasi politik dengan model pemilihan langsung.
Selain itu, menurut Adnan, praktik mencari rente tersebut dilakukan karena andanya relasi patron klien yang membelenggu anggota Dewan dengan konstituenya. Dengan relasi yang demikian tak pelak anggota Dewan seringkali memberikan dana bantuan dengan syarat nanti konstituen yang menerima bantuan akan memilihnya kembali. “Karena itu hubungan patron klien ini juga harus diubah. Sifatnya jangan lagi model bantuan pribadi tetapi programatik,” ujarnya.
Adnan mengatakan bahwa masih jamaknya praktik ini terjadi karena masih adanya problem institusi partai politik (parpol). Salah satunya, kata Adnan, berangkat dari tidak adanya seleksi internal yang baik di level partai. “Mereka yang merekrut anggota DPRD, mereka yang merekrut kepala daerahnya, kalau dari dua sisinya mereka sehat yang tidak akan terjadi,” ujarnya.