TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai Ketua Umum Golkar nonaktif Setya Novanto mencoba memperlakukan partai seperti milik pribadi. Sebab, kata dia, dengan mudahnya Setya mengirim surat kepada DPP Partai Golkar meminta agar tidak diberhentikan.
"Kalau kita sering nonton film, jika ada orang-orang punya korporasi besar dan tersandung masalah, dia bikin surat tinggal baca surat saja kepada komisaris itu untuk terus disetujui," kata Doli Kurnia di Jakarta, Sabtu, 25 November 2017.
Baca: Pengacara Setya Novanto Ogah Beberkan Pelaporan Penyidik KPK
Setya Novanto telah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Dalam kasus tersebut, Setya diduga mengatur proses pengadaan agar menguntungkan dirinya. Atas perbuatannya itu negara ditaksir merugi Rp 2,3 triliun.
Walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, Setya Novanto tetap berkelit tak bersalah. Ia mengajukan praperadilan lagi serta mengirimkan surat kepada DPR maupun DPP Golkar agar diberi kesempatan membela diri sebelum diberhentikan.
Menurut Doli Kurnia, sikap Setya diperparah oleh upaya sejumlah orang atau kelompok yang mencoba membuat Golkar menjadi partai yang karismatik dan bukan inklusif lagi. Sehingga, dia melanjutkan, hal itu makin membuat Golkar lekat dengan citra Setya yang bermasalah.
Simak: Mengapa Jusuf Kalla Ingin Ganti Setya Novanto Sebelum Pemilu?
"Upaya Golkar agar identik dengan satu wajah lagi itu ada. Dan, pengambilan keputusan di Golkar itu juga terkadang berdasarkan kepentingan tertentu, transaksional, seperti korporasi. Kalau Golkar tak berhasil mengeluarkan Setya Novanto, ya lama-lama akan identik dengan Setya dan itu merugikan," ujarnya.
Doli Kurnia berharap Golkar segera mengambil sikap tegas dan tidak membiarkan Setya memainkan partai. Ia juga berharap Golkar tidak memberikan harapan palsu kepada publik atau bahkan membohongi publik karena yang terjadi selama ini cenderung seperti itu.
"Coba lihat, begitu Setya Novanto jadi tersangka lagi, ia tiba-tiba kena penyakit, DPP kemudian mengatakan pleno dengan agenda menonaktifkan. Ternyata gagal. Dulu, pas praperadilan menang, dia tahu-tahu balik ke Golkar dalam keadaan sehat dan bilang semua akan dia ambil alih. Kalau yang seperti itu kejadian lagi, diulangi lagi, publik akan merasa dikibuli," ucapnya.