TEMPO.CO, Jakarta - Hajatan akbar Tempo Media Week 2017 yang digelar pada 24-26 November ini akan mengajak Anda tertawa gembira menyaksikan mural karya Naufal Abshar, pelukis berusia 24 tahun. Naufal akan menyajikan lukisan mural tentang suara anak muda yang akan mengisi 100 tahun Indonesia 2045 bersama para pekerja seni lainnya.
Baca: Tempo Media Week 2017 Siap Digelar Sepekan Lagi
Naufal, mengenyam pendidikan melukis di Lasalle College of The Arts di Singapura yang menjalin kemitraan dengan Goldsmith University of London selama ini dikenal dengan pelukis tawa melalui lukisan serial ‘Hahaha’nya. Karyanya memberikan rasa bahagia dan mengajak penikmat melupakan keruwetan hidup sehari-hari. Karya Naufal yang jenaka dan mengundang tawa ini juga akan diusungnya dalam Tempo Media Week 2017.
“Karya saya berusaha mengeksplorasi konsep tawa dan humor yang universal,” ujarnya. ‘Hahaha’, kata Naufal, mewakili kegembiraan dalam berbagai aktivitas kehidupan. “Tertawa ketika memenangkan sesuatu, mengejek seseorang, kegilaan, bisa jug karena ingin menolak ketakutan.
Baca: Ada Ibu Ayu Laksmi di Tempo Media Week 2017
Ia menjelaskan, saat melukis, ia berusaha memberikan kritik sosial yang disampaikan dengan humor. “Sebagian besar karya saya itu berupa humor politik yang satire,” tutur Naufal.
Dalam film dokumenter yang diunggah di YouTube, Naufal menuturkan, ia memang sudah bercita-cita sebagai seniman sejak sekolah. Ia, yang hobi mencorat-coret buku ulangan itu, terusik oleh pertanyaan temannya hendak menjadi apa.
“Lo mau jadi apa kalau hobi lo menggambar doang. Mau jadi tukang ngamen keliling gambar?.” Kata doang itu melukai hatinya. “Kata doang itu pedih, perih tapi benar. Ini membuat saya harus sekolah seniman, saya harus menjadi master seni lukis dan mengubah mindset,” kata Naufal.
Baca: Najwa Shihab Pandu Panggung Indonesia 2045 di Tempo Media Week 2017
Tapi, jalannya tak selalu lempang. Saat kuliah di Singapura, karyanya dirobek oleh dosennya. Padahal, ia merasa sudah menampilkan lukisannya yang terbaik dan realis persis seperti aslinya. “Begitu saya menyerahkan ke guru saya, dia merobeknya di depan saya dan menyuruh saya tidak melakukan hal itu lagi.”
Peristiwa itu melecut dirinya untuk memahami hakikat melukis. “Seni itu ternyata bukan soal high realism, bukan soal menunjukkan kehebatanmu, tapi bagaimana merefleksikan diri sendiri,” ujarnya.
Sekarang, nama Naufal mulai dikenal. Bahkan, meski baru dua tahun terjun sebagai pelukis profesional, Naufal telah berpartisipasi dalam berbagai pameran di beberapa negara seperti di Singapura, Italia, Spanyol, dan Lithuania. Bahkan, pada 2015, lukisan serial “Hahaha” itu menjadi jawara dalam kompetisi melukis Indonesia Arts Festival yang diadakan Kedutaan Besar Indonesia di Singapura.