TEMPO.CO- Ada yang menarik dari kisah hidup Bung Tomo, Pahlawan Nasional dari Surabaya. Tahun 1950 an, saat menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata, Bung Tomo menyurati Presiden Amerika Serikat Dwight David Eisenhower. Surat politik itu dibuat dengan mesin ketik portabel yang sering digotongnya dari ruang makan ke kamar tidur, atau sebaliknya.
Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo seperti dikutip Edisi Khusus Bung Tomo di Majalah Tempo 9 November 2015, surat-surat seperti itu diketik ayahnya di malam hari, di ruang makan di rumahnya di Jalan Jenggala II Nomor 8, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Selain kepada Eisenhower, Bung Tomo juga menyurati pemimpin RRC Mao Tse Tung dan pemimpin Taiwan Chiang Kai Sek. Surat untuk Eisenhower ditulis tahun 1955, berkaitan dengan pembukaan Konferensi Asia-Afrika pada 18 April 1955 di Bandung.
BACA:Kisah Pidato Bung Tomo, Siaran Radio yang Ditunggu
Amerika bukan peserta Konferensi. Tapi Bung Tomo tak nyaman dengan kekhawatiran Negeri Abang Sam dan negara-negara sekutunya terhadap konferensi yang dihadiri Cina, negeri berpaham komunis, yang berseberangan dengan paham Amerika, itu. Washington khawatir Cina akan menjadikan negara-negara anggota Konferensi Asia-Afrika sebagai sekutu. "Surat itu untuk mengingatkan supaya Perang Dingin jangan sampai merembet ke Indonesia," kata Bambang kepada Tempo pada Oktober 2015.
Di suratnya, Bung Tomo memuji Eisenhower yang disebut berhasil memimpin negara Eropa Timur melawan Uni Soviet, khususnya karena tujuan perang itu adalah untuk membuat dunia terbebas dari fasisme dan membuat orang bebas dari rasa takut. "Anda telah menjadi favorit saya, selain jenderal Sekutu lainnya," ujar Bung Tomo.
Bambang menyebut ayahnya menulis dengan bahasa Inggris yang belepotan, seperti, "Mr. Eisenhower, at that time I entertained full hope from the Allied leaders including you, that all promises contained in the Allied war aim would be complied with honestly."
Bung Tomo berpidato di depan rakyat Jawa Timur, 1950an. Dok. Keluarga
Bung Tomo menekankan perannya sebagai tokoh pembakar api revolusi pemuda Surabaya pada 10 November 1945. Dia mengkritik pandangan Amerika yang tak senang Indonesia karena Indonesia didominasi komunis, sehingga tak mendukung langkah Jakarta merebut kembali Iran Barat (Papua) dari tangan Belanda. Padahal, kata Bung Tomo, komunis justru terus memberi dukungan moral terhadap Indonesia. Bung Tomo sendiri tak suka terhadap paham komunis. "Dia khawatir Rusia bisa masuk ke sini," ucap Sulistina, istri Bung Tomo
BACA: Apa Peran Bung Tomo di Perang Surabaya 10 November 1945?
Setelah Eisenhower, Bung Tomo menyurati Mao Tse Tung, namun itu dua dekade kemudian. Surat bertanggal 17 Maret 1973 itu, Bung Tomo khawatir adanya gesekan ekonomi dan sosial antara warga keturunan Cina dan warga lain di Indonesia.Menurut sejarawan Anhar Gonggong, ketika itu memang ada pertentangan ekonomi yang kuat sehingga muncul ketidaksenangan terhadap warga keturunan Cina. Bahkan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Presiden Soeharto didominasi pengusaha Cina. "Pak Harto kan koneksi Cinanya kuat," ujar Anhar.
Tapi surat-surat Bung Tomo itu tak mendapat respons dari Eisenhower dan para pemimpin lainnya. Menurut Anhar, Bung Tomo tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya kekuatan politik. "Kalau mau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan, harus punya kekuatan politik," katanya.