Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bahasa Inggrisnya Belepotan, Bung Tomo Menyurati Eisenhower

Reporter

image-gnews
Bung Tomo saat menjabat sebagaiMenteri Negara Urusan Bekas Pejuang di kantornya, 1960an. Dok. Keluarga
Bung Tomo saat menjabat sebagaiMenteri Negara Urusan Bekas Pejuang di kantornya, 1960an. Dok. Keluarga
Iklan

TEMPO.CO- Ada yang menarik dari kisah hidup Bung Tomo, Pahlawan Nasional dari Surabaya. Tahun 1950 an, saat menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata, Bung Tomo menyurati Presiden Amerika Serikat Dwight David Eisenhower. Surat politik itu dibuat dengan mesin ketik portabel yang sering digotongnya dari ruang makan ke kamar tidur, atau sebaliknya.

Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo seperti dikutip Edisi Khusus Bung Tomo di Majalah Tempo 9 November 2015, surat-surat seperti itu diketik ayahnya di malam hari, di ruang makan di rumahnya di Jalan Jenggala II Nomor 8, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Selain kepada Eisenhower, Bung Tomo juga menyurati pemimpin RRC Mao Tse Tung dan pemimpin Taiwan Chiang Kai Sek. Surat untuk Eisenhower ditulis tahun 1955, berkaitan dengan pembukaan Konferensi Asia-Afrika pada 18 April 1955 di Bandung.

BACA:Kisah Pidato Bung Tomo, Siaran Radio yang Ditunggu

Amerika bukan peserta Konferensi. Tapi Bung Tomo tak nyaman dengan kekhawatiran Negeri Abang Sam dan negara-negara sekutunya terhadap konferensi yang dihadiri Cina, negeri berpaham komunis, yang berseberangan dengan paham Amerika, itu. Washington khawatir Cina akan menjadikan negara-negara anggota Konferensi Asia-Afrika sebagai sekutu. "Surat itu untuk mengingatkan supaya Perang Dingin jangan sampai merembet ke Indonesia," kata Bambang kepada Tempo pada Oktober 2015.

Di suratnya, Bung Tomo memuji Eisenhower yang disebut berhasil memimpin negara Eropa Timur melawan Uni Soviet, khususnya karena tujuan perang itu adalah untuk membuat dunia terbebas dari fasisme dan membuat orang bebas dari rasa takut. "Anda telah menjadi favorit saya, selain jenderal Sekutu lainnya," ujar Bung Tomo.

Bambang menyebut ayahnya menulis dengan bahasa Inggris yang belepotan, seperti, "Mr. Eisenhower, at that time I entertained full hope from the Allied leaders including you, that all promises contained in the Allied war aim would be complied with honestly."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bung Tomo berpidato di depan rakyat Jawa Timur, 1950an. Dok. Keluarga

Bung Tomo menekankan perannya sebagai tokoh pembakar api revolusi pemuda Surabaya pada 10 November 1945. Dia mengkritik pandangan Amerika yang tak senang Indonesia karena Indonesia didominasi komunis, sehingga tak mendukung langkah Jakarta merebut kembali Iran Barat (Papua) dari tangan Belanda. Padahal, kata Bung Tomo, komunis justru terus memberi dukungan moral terhadap Indonesia. Bung Tomo sendiri tak suka terhadap paham komunis. "Dia khawatir Rusia bisa masuk ke sini," ucap Sulistina, istri Bung Tomo

BACA: Apa Peran Bung Tomo di Perang Surabaya 10 November 1945?

Setelah Eisenhower, Bung Tomo menyurati Mao Tse Tung, namun itu dua dekade kemudian. Surat bertanggal 17 Maret 1973 itu, Bung Tomo khawatir adanya gesekan ekonomi dan sosial antara warga keturunan Cina dan warga lain di Indonesia.Menurut sejarawan Anhar Gonggong, ketika itu memang ada pertentangan ekonomi yang kuat sehingga muncul ketidaksenangan terhadap warga keturunan Cina. Bahkan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Presiden Soeharto didominasi pengusaha Cina. "Pak Harto kan koneksi Cinanya kuat," ujar Anhar.

Tapi surat-surat Bung Tomo itu tak mendapat respons dari Eisenhower dan para pemimpin lainnya. Menurut Anhar, Bung Tomo tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak punya kekuatan politik. "Kalau mau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan, harus punya kekuatan politik," katanya.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tutup Operasi Mantap Brata, Kapolda Metro Kutip Pidato Bung Tomo

29 Oktober 2019

Prajurit TNI/Polri mengikuti Apel Gelar Pasukan Operasi Kepolisian Terpusat Mantap Brata-2018 Pengamanan Penyelenggaraan Pemilu 2019 di Silang Monas, Jakarta, Selasa, 18 September 2018. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akan mengerahkan 272.880 personelnya untuk pengamanan selama Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. TEMPO/Subekti.
Tutup Operasi Mantap Brata, Kapolda Metro Kutip Pidato Bung Tomo

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono mengutip pidato Bung Tomo saat menutup Operasi Mantap Brata di kompleks DPR RI, Selasa pagi.


Rumah Bung Tomo Dipugar, Nilai Sejarah Rawan Hilang

13 Oktober 2019

Bung Tomo bersiap melakukan siaran radio, 1947. Dok.Dukut
Rumah Bung Tomo Dipugar, Nilai Sejarah Rawan Hilang

Rumah Bung Tomo salah satu pejuang dalam Perang Surabaya, beralih tangan. Pemugaran rumah dihentikan karena masalah aturan cagar budaya.


Bung Tomo dan Bung Karno Pernah Bertengkar Sampai Banting Piring

12 November 2017

Bung Tomo bertemu dengan Presiden Soekarno, Juli 1950. Dok. Perpustakaan Nasional
Bung Tomo dan Bung Karno Pernah Bertengkar Sampai Banting Piring

Bung Tomo merasa gusar atas kabar yang menyebutkan Bung Karno memiliki hubungan dengan seorang wanita bersuami asal Salatiga.


3 Alasan PTUN Kabulkan Cagar Budaya Rumah Bung Tomo Dihapus  

11 Januari 2017

Polrestabes Surabaya gelar identifikasi di eks markas radio Bung Tomo, Rabu, 11 Mei 2016. TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH
3 Alasan PTUN Kabulkan Cagar Budaya Rumah Bung Tomo Dihapus  

Keluarnya keputusan PTUN akan mempersulit upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk membangun kembali rumah radio Bung Tomo yang sudah rata dengan tanah.


Hari Pahlawan: Kisah Pencarian Nasab Bung Tomo di Sumedang  

10 November 2016

dok. Indonesia Merdeka
Hari Pahlawan: Kisah Pencarian Nasab Bung Tomo di Sumedang  

Kepada putranya, beberapa kali Bung Tomo selalu menceritakan bahwa dirinya adalah keturunan perpaduan orang Sumedang dan Madura.


Pemerintah Pusat Usul Markas Radio Bung Tomo Jadi Museum

29 September 2016

Jalan Mawar nomor 10 Surabaya bekas tempat siaran Radio Pemberontakan Bung Tomo yang sudah dirombak, rata dengan tanah. Senin, 3 Mei 2016. (MOHAMMAD SYARRAFAH)
Pemerintah Pusat Usul Markas Radio Bung Tomo Jadi Museum

Pemerintah pusat siap membantu dan mengawal pembangunannya museum markas radio Bung Tomo.


Risma Bingung Merekonstruksi Markas Radio Bung Tomo

29 September 2016

Petugas satpol PP menyegel Rumah bekas Radio Pemberontakan Bung Tomo yang dirobohkan karena melanggar Perda, pada 4 Mei 2016. TEMPO/Mohammad Syarrafah
Risma Bingung Merekonstruksi Markas Radio Bung Tomo

Pemerintah Kota Surabaya tidak memiliki referensi bentuk bangunan asli markas radio Bung Tomo.


Putra Bung Tomo: Ibu Wafat dengan Tersenyum  

1 September 2016

Jenazah Sulistina Sutomo saat dishalatkan di Masjid Al-Akbar Surabaya,  31 Agustus 2016. TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH
Putra Bung Tomo: Ibu Wafat dengan Tersenyum  

Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo, menceritakan saat-saat terakhir bersama ibunya.


Menteri Khofifah: Istri Bung Tomo Bisa Diberi Gelar Pahlawan

31 Agustus 2016

Jenazah Sulistina Sutomo saat dishalatkan di Masjid Al-Akbar Surabaya,  31 Agustus 2016. TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH
Menteri Khofifah: Istri Bung Tomo Bisa Diberi Gelar Pahlawan

Sulistina Sutomo yang bekerja di Palang Merah Indonesia (PMI) bertemu Bung Tomo saat dikirim khusus dari Malang ke Surabaya.


Soekarwo Salatkan Jenazah Istri Bung Tomo di Masjid Al-Akbar

31 Agustus 2016

Jenazah Sulistina Sutomo saat dishalatkan di Masjid Al-Akbar Surabaya,  31 Agustus 2016. TEMPO/MOHAMMAD SYARRAFAH
Soekarwo Salatkan Jenazah Istri Bung Tomo di Masjid Al-Akbar

Gubernur Jawa Timur Soekarwo memandang figur Sulistina Sutomo sebagai istri pejuang yang sangat berpengaruh pada masa kemerdekaan.