TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan tidak mengetahui keputusan Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri memulai penyidikan terhadap dua pemimpin dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pemalsuan dokumen serta penyalahgunaan wewenang. “Saya sebagai Kapolri tidak tahu adanya SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) tersebut,” ujar Tito melalui pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 8 November 2017.
Dia mengatakan akan memanggil Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Ari Dono, untuk meminta penjelasan ihwal kasus yang dilaporkan kuasa hukum Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto, Sandy Kurniawan, pada 9 Oktober lalu tersebut. Perihal status Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Tito Karnavian menyebutkan keduanya masih menjadi terlapor. “Di SPDP tersebut, Saut Situmorang dan Agus Rahardjo disebut sebagai terlapor, bukan tersangka,” kata dia.
Baca juga: Polri Benarkan Keluarkan SPDP untuk Agus Rahardjo dan Saut KPK
Sebelumnya, tim kuasa hukum Setya melaporkan sejumlah pemimpin dan penyidik KPK ke Polri. Mereka menuduh para terlapor telah membuat dan menggunakan surat palsu, juga menyalahgunakan kewenangan.
Kemarin, tim yang sama mengedarkan SPDP untuk para pemimpin dan penyidik KPK. Surat tersebut ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak, pada 7 November lalu. Di sana tercantum nama Agus Rahardjo dan Saut Situmorang sebagai terlapor. Pasal yang dikenakan terhadap mereka adalah Pasal 263 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 serta Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.
Herry Rudolf Nahak enggan berkomentar mengenai SPDP yang ia tandatangani itu. “Tanyakan saja dulu ke humas Polri,” katanya. Namun hingga kemarin juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, belum bersedia memberikan pernyataan.
Infografis: Hasil Tangkapan KPK Didominasi Koruptor Pilihan Rakyat
Ketua tim pengacara Setya, Fredrich Yunadi, mengatakan berkas yang menjadi barang bukti dan rujukan laporan mereka adalah surat permintaan pencekalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, surat perintah penyidikan, serta berkas perkara kasus kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) terhadap kliennya. Dia mengklaim semua surat tersebut tak sah dan diduga berasal dari keputusan yang melanggar kewenangan. “Selain dua pemimpin, ada 24 penyidik, termasuk Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman,” kata Fredrich.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK sudah biasa mengalami serangan dalam proses penuntasan kasus korupsi. Dia menegaskan, pemidanaan pemimpin dan penyidik KPK tidak akan menghentikan proses hukum Setya. “Penyidikan baru kasus e-KTP masih berjalan,” ujarnya.
Febri mengingatkan Polri di bawah pimpinan Tito Karnavian agar mematuhi Pasal 25 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang menyatakan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain atau pidana umum.
FAJAR PEBRIANTO l ANDHITA RAHMA